Penuntut umum dan terdakwa menyatakan tidak mengajukan upaya hukum lanjutan ke tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Mataram (ANTARA) - Majelis hakim banding Pengadilan Tinggi Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengubah amar putusan pengadilan tingkat pertama untuk nilai uang pengganti terhadap terdakwa Indrianto yang mendapat vonis 5 tahun penjara dalam perkara korupsi dana program rumah tahan gempa (RTG) di Kabupaten Lombok Barat.

Sesuai dengan akses pada laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram menuliskan bahwa majelis hakim banding Pengadilan Tinggi Mataram mengubah putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram Nomor: 29/Pid.Sus.Tpk/2022/PN.Mtr, tanggal 30 November 2022.

"Mengubah putusan yang dimohonkan banding tersebut sekadar mengenai status barang bukti dan besaran uang pengganti sebagai pidana tambahan yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa," demikian disebutkan dalam amar putusan banding milik terdakwa Andrianto yang diakses melalui laman resmi SIPP Pengadilan Negeri Mataram.

Dalam uraian amar putusan banding Nomor: 19/PID.TPK/2022/PT MTR, majelis hakim banding yang diketuai Bambang Sasmito dengan anggota I Gede Mayun dan Mahsan menyatakan terdakwa Indrianto terbukti melanggar dakwaan primer, yakni secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan turut serta melakukan korupsi secara terus-menerus yang selanjutnya dinilai sebagai perbuatan berlanjut.

Dakwaan primer tersebut menguraikan tentang aturan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap terdakwa, hakim tidak mengubah pidana hukuman Indrianto, tetapi mengubah uang pengganti yang sebelumnya Rp445 juta menjadi Rp428 juta. Untuk subsider uang pengganti tetap menjadi 1 tahun dan 6 bulan penjara.

Dari putusan banding ini, tercatat penuntut umum dan terdakwa menyatakan tidak mengajukan upaya hukum lanjutan ke tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Baca juga: Terdakwa korupsi dana rumah tahan gempa Lombok divonis 5 tahun
Baca juga: Polisi siap telusuri peran tersangka lain di kasus korupsi RTG Lombok
Baca juga: 14 ribu RTG di Lombok Utara belum terbangun akibat anggaran diblokir


Terkait dengan perubahan uang pengganti ini berkaitan dengan uang titipan dari terdakwa senilai Rp16,7 juta yang kemudian masuk dalam kalkulasi pengurangan dari Rp445 juta menjadi Rp428 juta.

Hakim pengadilan tinggi menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Indrianto dengan mempertimbangkan fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa terdakwa menggunakan uang yang muncul sebagai kerugian negara ini untuk berjudi.

Selain itu, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam program pemerintah memulihkan situasi masyarakat pascabencana gempa bumi pada tahun 2018.

Meskipun majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram menetapkan dakwaan yang serupa dengan tuntutan jaksa. Namun, vonis hukuman yang dijatuhkan hakim lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni selama 5 tahun dan 6 bulan penjara. Untuk vonis pidana, jaksa menuntut agar hakim menetapkan Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Selain itu, uang pengganti kerugian negara yang dibebankan kepada terdakwa masih sama dengan tuntutan jaksa. Perbedaan hanya ada pada hukuman pengganti selama 2 tahun dan 6 bulan penjara.

Pokmas Repok Jati Kuning untuk Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat, pada tahun 2018 mendapatkan bantuan Rp1,79 miliar untuk 70 kepala keluarga yang terdampak bencana. Bantuan tersebut untuk perbaikan dan pembangunan rumah warga terdampak.

Pencairan anggaran berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama disalurkan Rp500 juta, tahap kedua disalurkan Rp750 juta, dan tahap ketiga disalurkan Rp90 juta.

Namun, setelah pemerintah mencairkan anggaran hingga masuk ke kantong pokmas, sejumlah warga yang terdaftar sebagai penerima tidak kunjung mendapatkan bantuan.

Terungkap uang tersebut telah dinikmati oleh terdakwa Indrianto yang berperan sebagai bendahara pokmas. Hal itu pun yang mengakibatkan proyek RTG di wilayah tersebut terhambat.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023