Jakarta (ANTARA) - Utusan Khusus Presiden RI Joko Widodo, Muhamad Mardiono, mengatakan kerja sama penguatan sektor pangan dapat menjadi upaya strategis untuk memelihara ketahanan kawasan di ASEAN.

Mardiono saat melakukan pertemuan dengan Menteri Senior Singapura Teo Chee Hean di Jakarta, Selasa, mengatakan ancaman stabilitas geopolitik saat ini bukan hanya lagi intervensi militer, namun kemiskinan dan kerawanan pangan juga dapat menjadi pemicu gejolak.

“Pengalaman di banyak negara, sebagian besar gejolak terjadi karena tingkat pendapatan rendah yang menyebabkan kemiskinan dan kerawanan pangan yang tinggi,” ujar Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan itu.

Baca juga: Utusan Khusus Presiden kunjungi Sleman untuk bangun ketahanan pangan

Berkaca pada sejarah, kata Mardiono, kemiskinan dan krisis pangan dapat memicu ketidakstabilan politik, bahkan berpotensi menciptakan konflik dan kerusuhan sosial di suatu negara.

Karena itu, ujar dia, Indonesia sangat menyadari peran strategis ketahanan pangan dalam ketahanan nasional.

Selain sebagai penentu dan syarat mutlak ketahanan nasional, kata Mardiono, ketahanan pangan juga menjadi pilar penting bagi sektor-sektor pembangunan lainnya.

“Karena itu, perlu upaya perbaikan dan penguatan tata kelola sistem pangan nasional dimulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi secara komprehensif,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Mardiono mendorong agar investasi dari Singapura dapat lebih banyak mengalir ke sektor-sektor yang dapat memperkuat ketahanan pangan Indonesia, seperti tanaman pangan, peternakan, dan perikanan.

Menurut dia, selama ini Penanaman Modal Asing (PMA) Singapura lebih banyak masuk ke sektor perkebunan terutama kepala sawit.

“Kami melihat masih terdapat gap (kesenjangan) distribusi sektoral dan gap distribusi kewilayahan PMA dari Singapura. Gap distribusi sektoral terjadi pada sektor perkebunan terutama kelapa sawit yang lebih dominan dibandingkan dengan investasi pada sektor pertanian lainnya seperti tanaman pangan, peternakan, dan perikanan,” kata dia.

Terkait sektoral, Mardiono menyebut investasi Singapura lebih dominan untuk kelapa sawit. Padahal, kata dia, sektor tanaman pangan, peternakan, dan perikanan merupakan sumber daya ekonomi penting untuk menghadapi ancaman kelangkaan dan kerawanan pangan di masa depan.

“Ketiga sektor ini juga yang paling dekat dengan ekonomi wilayah perdesaan dan tidak kalah potensi dan nilai tambah yang dapat dibangkitkan,” kata dia.

Sedangkan terkait kesenjangan distribusi investasi terkait kewilayahan, Mardiono mengatakan terdapat pertumbuhan nilai PMA yang besar dari Singapura, seperti di Provinsi Sulawesi Tengah selama tiga tahun terakhir.

Namun, aliran investasi masuk yang besar itu, kata dia, belum berdampak langsung pada penurunan kemiskinan di provinsi tersebut. Sulteng, ujar Mardiono, masih menjadi salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi di Indonesia.

“Sulawesi Tengah sebagai salah satu wilayah primadona untuk investasi PMA di sektor industri pengolahan mineral, khususnya smelter nikel. Karena provinsi ini masih menjadi salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi, tentu kita mengharapkan investasi di Sulawesi Tengah adalah investasi yang inklusif dan membawa percepatan pengentasan kemiskinan di daerah ini,” ujarnya

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi PMA Singapura dalam sepuluh tahun terakhir di Indonesia mencapai 87,03 miliar dolar AS yang dialokasikan dalam 60.483 proyek.

Baca juga: UKP Mardiono harap investasi Singapura perkuat ketahanan pangan RI
Baca juga: Jokowi lantik Mardiono sebagai Utusan Khusus Pengentasan Kemiskinan


 

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023