Sydney (ANTARA) - Bagi Zoey Zhang, mahasiswa asal China yang akan belajar di sebuah universitas terkemuka di Australia, mendapatkan tempat tinggal di Sydney merupakan hal yang sangat sulit, begitu sulitnya sehingga ia bahkan sempat berfikir untuk menggelandang di jalanan.

Seperti halnya Zhang, sekitar 700.000 mahasiswa dari China yang belajar di luar negeri banyak yang mendapat kesulitan setelah Beijing pada Januari lalu secara mengejutkan menyatakan bahwa mereka harus kembali belajar di kampus untuk meneruskan pendidikan.

Keputusan tersebut memicu rush untuk mendapatkan akomodasi, bahkan agen perumahan di seluruh dunia pun terimbas kenaikan permintaan.

Namun, kondisi paling parah terjadi di Australia karena tahun akademik di sana mulai pada Februari, bukan pada September seperti di Amerika Utara dan Eropa.

Zhang ikut panik tentang perubahan tersebut, karena setelah perbatasan China kembali dibuka setelah ditutup selama tiga tahun akibat akibat pandemi, berarti ia dan sekitar 40.000 mahasiswa lain harus segera berangkat ke Australia untuk mencari tempat tinggal.

"Saya sadar bahwa mencari tempat tinggal di Australia tidak akan mudah, tapi saya juga tidak menduga akan sesulit ini. Ada yang menyewakan ruang keluarga atau balkon.Saya tidak bisa tinggal dengan kondisi seperti itu," kata Zhang (25 tahun) yang dihubungi melalui telpon dari rumahnya di Provinsi Shandong, China timur.

"Sudah satu bulan saya mencari kamar dan sekarang saya menyerah," kata Zhang yang akan mengambil program pascasarjana untuk jurusan marketing di Universitas New South Wales.

"Jika saya sudah putus asa, saya bisa menggelandang di jalan, seperti di bawah jembatan, atau di halaman konsulat China," katanya.

Sementara pihak Universitas Sydney, yang menampung seperempat dari total mahasiswa mereka dari China sampai 2020, mengatakan bahwa asrama di kampus sudah penuh dan sedang memperbaiki apartemen milik universitas untuk disewakan kepada mahasiswa asing.

Seorang juru bicara Universitas Sydney, yang juga menampung seperempat dari mahasiswa mereka dari China, mengatakan bahwa sebanyak 2.400 tempat tidur di asrama kampus sudah diambil dan sudah memesan lagi sekitar 700 tempat tidur dari pihak ketiga.

Mereka juga sedang bernegosiasi dengan pihak hotel agar bersedia memberikan potongan harga untuk menampung lonjakan permintaan akomodasi.

Menurut pengamat, bahkan mereka yang berencana untuk melewatkan perkuliahan satu semester akan tetap kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal karena banyak proyek akomodasi untuk mahasiswa asing terhambat akibat pandemi dan bisa memakan waktu empat tahun untuk menyelesaikannya.

Conal Newland, kepala operasional Capital Market di Savills, Australia, menggambarkan lonjakan permintaan yang membuat agen properti kewalahan. "Seperti badai hebat," katanya.

Baca juga: Ekonomi Australia akan terpuruk jika mahasiswa China menjauh

Sangat Terdesak

Kekurangan akomodasi tersebut membuat salah satu properti di sektor akomodasi mahasiswa menjadi kewalahan, yang sebelumnya merana akibat COVID-19.

Sebelum 2020, mahasiswa dari China menyumbang sebesar 40 persen dari total 27 miliar dolar AS pemasukan bagi Australia dari pendidikan warga asing setiap tahun.

Jumlah tersebut menyusut menjadi kurang dari seperempat akibat hantaman pandemi, serta hubungan diplomatik China-Australia yang memburuk.

Dibukanya kembali kembali perbatasan negara oleh China menimbulkan masalah kekurangan akomodasi yang bagi investor dianggap sebagai tanda "selamat datang", kata Brad Williams, direktur pelaksana AMP Capital, yang salah satu unit usahanya adalah penyedia akomodasi mahasiswa terbesar ketiga di Australia.

Tomas Johnsson, CEO UniLodge Autralia, operator bisnis akomodasi mahasiswa
terbesar di Australia, mengatakan bahwa sebagian pengembang bahkan mengeluarkan lebih banyak biaya untuk mempercepat pembangunan akomodasi.

Melihat susahnya mendapatkan akomodasi, Louis Liu (22), mahasiswa asal China di Brisbane, serta mahasiswa lainnya, ikut membantu mencarikan tempat tinggal mewakili rekan-rekannya dari China.

Pada pasar properti yang lebih luas, di mana mahasiswa asing tinggal, biaya sewa diperkirakan akan naik sampai 11,5 persen pada 2023, yakni kenaikan tercepat dalam waktu dua tahun, demikian menurut analis dari Westpac Banking.

Joe Du, agen perumahan dari Sydney, mengatakan bahwa ia menyewakan sebuah apartemen dengan satu kamar kepada seorang ibu mahasiswa China 1.050 dolar Australia (Rp10,7 juta) per minggu, sekitar 40 persen lebih tinggi dibanding harga paling mahal untuk ukuran yang sama di lingkungannya.

"Kami mengatakan kepada dia bahwa tidak perlu menyewa dengan harga setinggi ini tapi ia benar-benar khawatir kalau anaknya tidak mendapatkan tempat tinggal. Dia benar-benar sangat terdesak," kata Du.

Sumber: Reuters

Baca juga: Australia akan wajibkan tes COVID-19 bagi pengunjung dari China

Baca juga: China siap promosikan kerja sama ekonomi dengan Australia

 

Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023