Denpasar (ANTARA) - Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Provinsi Bali I Made Santha  mengatakan ada dua hal yang menjadi pertimbangan dan bisa dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Keuangan atas UU tersebut untuk meminimalkan  potensi PAD Bali yang hilang.

"Pasal 123 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD (Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) disebutkan pemerintah daerah diberikan kesempatan atau peluang melihat potensi di daerah supaya diusulkan nanti pada pemerintah pusat," kata Santha saat menghadiri reses DPD di Denpasar, Rabu.

Santha melihat potensi dari sisi pariwisata, tetapi ini mesti dihitung kembali. Berikutnya mengenai pajak rokok. Dalam pajak rokok itu salah satu indikator dari sekian yang digunakan itu terkait jumlah penduduk.

"Jumlah penduduk Bali itu 4,3 juta jiwa. Bagaimana halnya pariwisata baik domestik maupun mancanegara? Mereka pastinya merokok di Bali. Itu apa tidak bisa dimasukkan menjadi perhitungan dana bagi hasil pajak rokoknya untuk Bali," ucapnya.

"Kami berharap Bapak Mangku Pastika yang duduk di DPD bisa turut memperjuangkan," katanya Santha  saat menjadi narasumber dalam reses anggota DPD RI Made Mangku Pastika yang bertajuk Pemberlakuan UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Mengenai Kebijakan Baru Pajak dan Retribusi Daerah.

Dia mengatakan pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah provinsi setempat berpotensi turun hingga Rp600 miliar lebih pada 2025 akibat pemberlakuan UU No 1 Tahun 2022.

"UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) untuk saat ini belum ada Peraturan Pemerintahnya maupun Permendagri dan Permenkeu," kata Santha.

Peraturan pelaksanaan dari UU HKPD ini ditetapkan paling lama dua tahun sejak UU tersebut berlaku. UU HKPD telah diundangkan pada 5 Januari 2022.

Kegiatan reses ini juga menghadirkan narasumber Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali I Dewa Tagel Wirasa dan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali Ida Bagus Gede Sudarsana.

Santha mengemukakan potensi penurunan PAD Bali sebesar Rp600 miliar lebih itu dilihat dari potensi pajak daerah saat ini dan jika dilihat perbandingan perubahan ketentuan antara UU HKPD dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Diantaranya sejumlah perubahan ketentuan dari UU No 28 Tahun 2009 dengan UU No 1 Tahun 2022 yakni penurunan tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) dari 2 persen menjadi 1,2 persen, kemudian penurunan tarif bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dari 20 persen menjadi 12 persen.

Selanjutnya penurunan tarif progresif paling tinggi dari 10 persen menjadi 6 persen, selain itu juga pengaturan opsen (tambahan pajak) PKB dan BBNKB sebesar 66 persen dari pokok pajak untuk pemerintah kabupaten/kota.

"Belum lagi pengecualian pengenaan pajak terhadap kendaraan berbasis energi terbarukan dan pembebasan tarif BBNKB II. Biasanya dari BBNKB II kita mendapat Rp50 miliar dan nanti menjadi nol. Sedangkan kontribusi PKB dan BBNKB terhadap PAD selama ini hingga 80 persen," kata Santha.

Sementara itu, anggota Komite IV DPD Made Mangku Pastika mengatakan perlu upaya kreatif untuk bisa meningkatkan PAD untuk mengganti potensi hilang dengan pemberlakuan UU HKPD. Ia mencontohkan dengan memaksimalkan potensi PT Jamkrida Bali Mandara dan Rumah Sakit Bali Mandara (RSBM).

"Untuk Jamkrida, jika semakin besar dana yang disetor pemda, maka semakin besar pula proyek pemerintah yang bisa dijamin. Nanti keuntungannya juga balik ke pemerintah daerah. Sedangkan untuk RSBM dengan meningkatkan layanan dan bahkan bisa dijajaki peluang sister hospital dengan RS internasional di KEK Kesehatan Sanur," ucapnya.

Mantan Gubernur Bali itu juga menginginkan hal-hal yang menjadi harapan daerah bisa masuk dalam peraturan pelaksana UU HKPD dan peraturan pelaksananya bisa segera diselesaikan. "UU sudah jadi, mau tidak mau harus diikuti. Masak mau di-review?," ucapnya.

Selain itu, kata Pastika, yang bisa diperjuangkan ke pusat adalah dana yang telah dikeluarkan Bali untuk memelihara adat, budaya dan agamanya.

"Bukankah selama ini nama Bali selalu dijual dan selalu menjadi 'power shock' Indonesia?. Bali bisa menjadi baik itu karena masyarakat dan pemerintah daerah terus mempertahankan dan untuk mempertahankan itu perlu biaya," ucap Pastika yang juga anggota Badan Urusan Legislasi Daerah DPD RI ini.

Pastika menginginkan agar Bali tetap bisa dijadikan sebagai pusat budaya dunia sehingga segala hal-hal yang baik dapat dilakukan di Bali.

Sementara itu Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali I Dewa Tagel Wirasa menyampaikan total pendapatan daerah yang dirancang untuk 2023 sejumlah Rp6,93 triliun lebih.

Dari pendapatan daerah sebesar Rp6,93 triliun lebih itu kontribusi dari PAD dirancang sebesar Rp4,73 triliun, pendapatan transfer Rp2,14 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp55,70 miliar. Dari PAD sebesar Rp4,73 triliun tersebut, dirancang pendapatan dari pajak daerah sebesar Rp2,96 triliun.

Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali Ida Bagus Gede Sudarsana berterima kasih kepada Made Mangku Pastika yang telah turut memperjuangkan agar regulasi yang ada dapat memihak kepentingan daerah.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023