Jangan sampai Rumah Sakit Harapan Kita bagus di tempatnya, tapi orang kena jantung 70 persen wafat. Itu artinya kita tidak mengampu
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mendorong peran rumah sakit pemerintah berstatus rujukan nasional untuk menjadi pengampu dalam rangka memenuhi kebutuhan dokter spesialis di daerah.

"Rumah sakit pemerintah harus jadi pengampu, karena dibayari negara. Swasta beli alat harus ada modal pinjaman bank, gaji dibayar dari hasil usaha," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam Rakor BLU 2023 yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menggelontorkan dana Badan Layanan Umum (BLU) yang cukup besar sekitar Rp15 triliun dalam setahun untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit pemerintah.

Menkes meminta agar rumah sakit rujukan nasional yang kini terkonsentrasi di Pulau Jawa menjadi pengampu bagi rumah sakit lainnya agar distribusi tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis dapat merata.

Baca juga: Menkes sebut Indonesia butuh ribuan dokter spesialis

"Jangan sampai Rumah Sakit Harapan Kita bagus di tempatnya, tapi orang kena jantung 70 persen wafat. Itu artinya kita tidak mengampu," kata Menkes Budi Sadikin.

Ia mengatakan upaya menyelamatkan pasien dengan gangguan jantung melalui pemasangan ring di Indonesia masih sangat terbatas. Sementara tingkat harapan hidup pasien dengan serangan jantung berkisar 4 jam.

Jika penanganan serangan jantung dilakukan kurang dari 4 jam, lanjut Menkes, maka 80 persen pasien selamat. Tapi jika pertolongan terlambat di atas 4 jam, hanya 20 persen yang selamat.

"Masalahnya, yang bisa pasang ring dari 514 kabupaten/kota cuma 44 rumah sakit atau di bawah 10 persen," kata Menkes Budi Sadikin.

Ia mengatakan jantung merupakan penyakit pembunuh terbanyak di Indonesia serta menguras kocek BPJS Kesehatan hingga Rp12 triliun per tahun.

Baca juga: Menkes kritik RS pemerintah, utamakan inovasi layanan masyarakat

Dalam acara tersebut Menkes Budi juga menyoroti tentang kanker payudara yang paling banyak memicu kematian pada kaum perempuan di Indonesia.

"Kanker payudara itu harus diuji pakai alat yang namanya mamografi. Tapi dari 3.000 rumah sakit, yang punya alat mamografi cuma 200," kata Menkes Budi.

Menurutnya,  para pemangku kepentingan perlu fokus dalam menyeimbangkan sisi ketersediaan layanan dan permintaan masyarakat.

"Selama ini kita sibuk hanya urus demand side, seperti BPJS, asuransi, dan lainnya. Tapi pas orang sudah bayar, orangnya masuk rumah sakit, dokternya tidak ada, alatnya tidak ada. Tidak imbang suplai dan demand," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Ia mengatakan ketersediaan dokter di rumah sakit rujukan nasional dapat dicapai melalui pengampuan hingga rumah sakit di daerah, sedangkan alat kesehatan bisa dibantu pemerintah.

Baca juga: Menkes inginkan harga obat di Indonesia transparan



 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023