Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Obstetri Ginekolog Indonesia (POGI) menyatakan bahwa tempat paling aman bagi ibu untuk melakukan persalinan di rumah sakit.

“Kalau tidak bisa ke rumah sakit, carilah tempat persalinan yang dekat rumah sakit. Kalau perlu pindah, pindahlah sementara ke rumah keluarga, cari rumah persalinan di dekat rumah sakit,” kata Sekretaris Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (PAKIAS) POGI Dwiana Ocviyanti dalam Konferensi Pers IDI di Jakarta, Kamis.

Menanggapi alasan angka kematian ibu yang yang masih tinggi di Indonesia, dia menuturkan bahwa persalinan yang dilakukan di rumah sakit lebih aman karena segala bentuk risiko, baik bagi ibu maupun bayi, seperti adanya kejang saat melahirkan atau kelahiran prematur dapat segera diatasi.

Rumah sakit dinilai mempunyai peralatan yang jauh lebih lengkap dan dapat dipastikan terdapat tenaga kesehatan yang bisa membantu ibu hamil melakukan persalinan dengan aman. Kalaupun ada masalah, ibu bisa dibawa ke ahli yang bersangkutan.

Dwiana membeberkan salah satu penyebab utamanya adalah keterlambatan mendeteksi penyakit yang diderita oleh seorang ibu.

Hal tersebut menyebabkan angka kematian ibu di Indonesia masih mencapai 189 per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Long Form Sensus Penduduk 2020. Penyebab lainnya yakni ibu terlambat dibawa ke rumah sakit karena sudah lebih dahulu mengalami pendarahan dalam perjalanan.

“Ingat, pendarahan hanya butuh setengah jam untuk mematikan ibu, pendarahan post partum itu kalau habis ari-ari bayi lahir, pendarahan hanya butuh setengah jam, makanya melahirkan paling aman di rumah sakit. lakukan apa saja supaya melahirkan di rumah sakit. Kita di kota, ngapain harus melahirkan di tempat macet atau alasan melahirkan dekat rumah?” katanya.

Baca juga: POGI: Kematian ibu di Indonesia jauh lebih kompleks dari negara lain

Sebenarnya kematian ibu dapat dicegah, katanya, sayangnya masyarakat di Indonesia masih banyak yang berpikir untuk melakukan persalinan di luar rumah sakit atau memilih tempat terdekat dari rumah selain rumah sakit.

Beberapa keluarga juga masih suka memaksa mendatangi rumah sakit atau rumah persalinan yang harus menempuh kemacetan jalan sehingga kondisi ibu terlanjur kian memburuk.

Menurutnya, Indonesia perlu belajar dari Malaysia yang menerapkan aturan setiap kelahiran harus dilakukan di rumah sakit. Cara itu dianggap ampuh karena bisa menurunkan angka kematian ibu yang kini hanya berkisar 20 hingga 40.

“Bisa dipelajari caranya Malaysia, jadi kalau mereka tidak melahirkan di rumah sakit, anak itu tidak bisa memiliki akta kelahiran. Dari 1952 kalau tidak salah, AKI mereka itu mirip dengan kita sama-sama di 300-an, tapi hanya dalam 50 tahun, AKI-nya sudah bagus 20 hingga 40. Mereka bahkan sudah menuju zero,” ujarnya.

Bahkan Sri Lanka saja, pemerintahnya berkenan untuk menyisihkan anggaran negaranya untuk membiayai persalinan ibu yang semuanya, harus dilakukan di rumah sakit.

Dirinya menekankan edukasi menjadi cara pertama yang harus ditempuh pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu.

Dirinya berharap, jumlahnya akan terus menurun dengan mewujudkan layanan kesehatan yang baik dan nyaman bagi ibu hamil.

“Kita jauh dari zero, kita masih 189 dan DKI Jakarta saja masih kalah (dengan Malaysia, red.),” katanya.

Baca juga: IDI dan tujuh organisasi profesi deklarasikan komitmen cegah stunting
Baca juga: POGI: Perempuan harus divaksinasi HPV meski sudah berhubungan seksual
Baca juga: Pakar: Anemia hingga ukuran tubuh bayi pengaruhi ketuban pecah


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023