Pada gilirannya, ini akan bergantung pada data AS yang masuk, khususnya data inflasi.
Tokyo (ANTARA) - Dolar Amerika Serikat (AS) melemah dari level tertinggi 2,5 bulan terhadap yen di sesi Asia pada Jumat sore, dan tampaknya akan mencatat kerugian mingguan pertama sejak Januari terhadap mata uang utama lainnya, karena para pedagang mencoba mengukur jalur kebijakan Federal Reserve.

Namun, yen yang sangat sensitif terhadap perbedaan suku bunga jangka panjang AS-Jepang, mengancam akan memperpanjang penurunan beruntun baru-baru ini menjadi tujuh minggu, bahkan ketika menguat pada Jumat, karena imbal hasil obligasi Pemerintah AS 10-tahun mundur dari tertinggi hampir empat bulan mendekati 4,1 persen.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap yen, euro dan empat mata uang utama lainnya, turun 0,17 persen menjadi 104,78, dari setinggi 105,36 pada awal pekan, yang merupakan level terkuat sejak 6 Januari. Sejak Jumat (24/2) lalu, indeks telah tergelincir 0,43 persen.

Mengambil sedikit tenaga dari dolar AS dan kenaikan tajam dalam imbal hasil AS adalah komentar dari Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic semalam bahwa "pelan dan stabil akan menjadi tindakan yang tepat," meskipun angka tenaga kerja baru menambah rangkaian data yang kuat akhir-akhir ini.

"Untuk tahun ini, prospek dolar akan terus bergantung secara kritis pada apakah obligasi dan ekuitas dapat bersatu (seperti yang tampaknya terjadi pada Januari) atau apakah kita tetap berada di lingkungan bearish/bearish yang mendominasi tahun 2022," tulis ahli strategi RBC dalam catatan klien.

"Pada gilirannya, ini akan bergantung pada data AS yang masuk, khususnya data inflasi."

Para analis yang disurvei oleh Reuters mengatakan penguatan dolar AS baru-baru ini bersifat sementara, dan mata uang akan melemah sepanjang tahun di tengah membaiknya ekonomi global dan ekspektasi Fed akan menghentikan kenaikan suku bunga jauh di depan Bank Sentral Eropa.

Bank Sentral Jepang (BoJ) juga diperkirakan akan mulai membongkar langkah-langkah stimulus luar biasa beberapa saat setelah Gubernur Haruhiko Kuroda pensiun bulan depan. Data inflasi Tokyo untuk Februari melampaui target BoJ untuk bulan kesembilan, tetapi ukuran inti melambat dari level tertinggi dalam 42 tahun.

Dolar AS melemah 0,24 persen menjadi 136,445 yen, setelah naik ke 137,10 semalam, tertinggi sejak 20 Desember. Untuk minggu ini, dolar AS hanya sedikit di atas datar, tetapi kenaikan apapun akan mempertahankan kenaikan beruntunnya sejak pertengahan Januari.

JPMorgan memperkirakan tidak ada perubahan dalam sikap atau sinyal kebijakan BoJ pada pertemuan terakhir Kuroda Jumat  (10/3) depan, hari yang sama dengan rilis laporan penggajian non-pertanian (NFP) AS.

"Jika hasilnya lebih kuat, seperti pada bulan sebelumnya, dolar dapat memperpanjang relinya" hingga setinggi 150 yen per dolar AS, tulis Tohru Sasaki, ahli strategi di bank tersebut, dalam sebuah catatan penelitian.

Di bawah skenario seperti itu, "Yen kembali menjadi mata uang terlemah di antara mata uang utama," tulisnya.

Euro naik 0,18 persen menjadi 1,0616 dolar AS, setelah naik dari level terendah hampir dua bulan di 1,0533 dolar AS pada awal pekan. Sejak Jumat (24/3) lalu, menguat 0,62 persen.

Sterling menambahkan 0,16 persen menjadi 1,19665 dolar AS, di jalur untuk kenaikan mingguan 0,3 persen. Aussie menguat 0,28 persen menjadi 0,6749 dolar AS, naik 0,36 persen untuk minggu ini.

Bitcoin turun 4,65 persen menjadi 22.376 dolar AS, dan sebelumnya menyentuh level terendah 2,5 minggu di 22.000 dolar AS. Ether turun 4,82 persen menjadi 1.568,50 dolar AS, setelah menyentuh 1.543,60 dolar AS, juga yang pertama sejak pertengahan Februari.
Baca juga: Dolar menguat di awal sesi Asia didukung oleh survei PMI yang optimis
Baca juga: Reli dolar AS terhenti, data PMI China optimis picu pengambilan risiko

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023