London (ANTARA) - Lembaga intelijen domestik Inggris MI5 melewatkan kesempatan yang signifikan untuk mencegah terjadinya bom bunuh diri setelah konser Ariana Grande di Manchester pada 2017, menurut sebuah laporan penyelidikan yang diumumkan, Kamis (2/3).

Sebanyak 22 orang, termasuk seorang anak berusia 8 tahun, tewas karena pengeboman itu, serta lebih dari 200 lainnya terluka ketika pelaku meledakkan dirinya seusai konser penyanyi asal Amerika Serikat itu di Manchester Arena.

Ketua penyelidikan John Saunders mengatakan bahwa MI5 telah melewatkan kesempatan penting yang bisa jadi akan mencegah aksi bom bunuh diri itu.

Ia juga mengkritik kekurangan dalam hal berbagi data intelijen antara MI5 dan kepolisian unit anti-terorisme.

"Ada kesempatan signifikan yang terlewat untuk mengambil tindakan yang mungkin dapat mencegah serangan itu," menurut Saunders dalam laporan terakhirnya mengenai pengeboman tersebut.

Pengeboman di Manchester itu adalah yang paling mematikan di Inggris sejak pengeboman kereta bawah tanah dan bus London pada 2005.

Walaupun penyelidik tidak dapat menyimpulkan apakah serangan tersebut bisa dicegah, ia mengatakan penyelidik menemukan adanya kemungkinan realistis bahwa ada data intelijen yang bisa didapatkan sehingga dapat diambil tindakan guna mencegah serangan tersebut.

Sementara itu, pengacara Richard Scorer yang mewakili sebanyak 11 keluarga korban mengatakan bahwa kegagalan yang dilaporkan dalam laporan tersebut tidak dapat diterima.

"Karena kegagalan tersebut, setidaknya, satu kemungkinan nyata untuk mencegah serangan tersebut sirna begitu saja. Ini merupakan kesimpulan yang amat menyakitkan bagi kami," kata Richard Scorer.

Laporan-laporan Saunders sebelumnya menyimpulkan bahwa ada kelemahan serius dan kesalahan pada sistem keamanan stadion pada hari pengeboman.

Ia juga menemukan bahwa salah satu korban tewas seharusnya bisa selamat apabila langkah penanganan yang diambil personel darurat tidak sedemikian buruk.

Pengeboman tersebut dilakukan oleh Salman Abedi, yang berusia 22 tahun. Adiknya, Hashem, yang mendukung dan menolong Salman, telah divonis 55 tahun penjara pada 2020.

Kakak mereka, Ismail, telah divonis pada Juli lalu akibat gagal memberikan bukti kepada penyelidik, walaupun ia tidak hadir di muka pengadilan karena dilaporkan sudah melarikan diri dari negara tersebut.

Temuan Sanders senada dengan temuan komite intelijen dan keamanan Parlemen Inggris pada 2018 yang menyimpulkan lembaga MI5 telah melewatkan kesempatan penting untuk mencegah pengeboman tersebut, serta gagal untuk belajar dari serangan-serangan sebelumnya.

Sumber: Reuters

Baca juga: MI5 dan FBI peringatkan soal ancaman dari China

Baca juga: Remaja neo-Nazi Inggris dipenjara atas rencana teror

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023