Banjarmasin (ANTARA) - Tokoh masyarakat Bagan Serai, Malaysia Haji Jamaludian Asaari menyebutkan bangunan Masjid Tinggi di Distrik Kerian, Negeri Perak, sebagai bukti sejarah kehebatan warga Malaysia keturunan Banjar.

Jamaluddin di Bagan Serai, Malaysia, Minggu, mengatakan Masjid Tinggi dibangun oleh pendatang dari Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia.

"Hampir semua bahan bangunan terutama kayu ulin (kayu besi) didatangkan dari Kalimantan (Borneo) Indonesia," kata Jamaluddin.

Jamaluddin menuturkan jumlah tiang besar masjid yang disebut tiang guru itu terbuat dari kayu ulin sebanyak 16 batang, kemudian papan, dan atap juga terbuat dari ulin.

Bahkan awalnya tudung atau atap masjid terbuat dari sirap, namun belakangan ini diganti seng tebal karena banyak yang rusak pada bagian atap.

Menurut Jamaluddin yang juga pengasuh Pondok Pesantren di samping Masjid Tinggi tersebut, pembangunan masjid ini dimulai pada 1901, berarti kedatangan orang Banjar yang berasal dari Kelua Kabupaten Tabalong, Kalsel sebelum masa itu.

Jamaluddin mengungkapkan orang Banjar juga dikenal sebagai warga pendatang yang membuka hutan lalu membuat persawahan atau Bandang yang disebut warga setempat.

Bentuk masjid itu dengan bubungan tinggi hingga disebut Masjid Tinggi karena kala itu, tak ada masjid di wilayah itu yang setinggi masjid tersebut. Bentuk dan ornamen masjid sama persis dengan Masjid Tinggi yang ada di Kampung Banua Lawas, Kelua, Kalsel.

Tetapi seiring perkembangan jaman penduduk kian banyak, maka masjid itu tak mampu menampung jamaah Bagan Serai, maka dibangun masjid yang lebih besar di samping Masjid Tinggi itu. Masjid besar ini berdiri pada 1966 dengan nama Masjid Al-Athar.

Jamaluddin menambahkan Masjid Tinggi yang disebut juga sebagai Masjid Lawas (lama) sekarang hanya digunakan untuk shalat jenazah, atau untuk pengajian.

Keterangan lain menyebutkan, masjid ini setelah dibangun pada 1901 baru diresmikan pemakaiannya untuk umum sekitar 1928 sewaktu pemerintahan Sultan Iskandar Shah (Sultan Perak ke-30).

Pewarta: Imam Hanafi/hassnzainuddin
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023