Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia sedikit menguat pada awal perdagangan Senin, sementara pasar obligasi menunggu isyarat prospek suku bunga AS dari gubernur bank sentral paling kuat di dunia, dan laporan pekerjaan yang dapat memutuskan apakah kenaikan berikutnya perlu berukuran super.

Ada beberapa kekecewaan bahwa Beijing memilih untuk menurunkan prospek pertumbuhannya dengan target 5,0 persen, daripada lebih dari 5,5 persen yang disukai oleh pasar, tetapi data aktual yang dirilis baru-baru ini cukup kuat untuk membuat investor tetap optimis.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang terangkat 0,8 persen, setelah meningkat 1,5 persen pekan lalu. Nikkei Jepang naik 1,0 persen ke puncak tiga bulan, sementara saham Korea Selatan bertambah 0,6 persen dibantu oleh data inflasi yang lebih lemah.

S&P 500 berjangka turun 0,1 persen dan Nasdaq berjangka melemah 0,2 persen, setelah reli pada Jumat (3/3/2023) karena imbal hasil obligasi sedikit berkurang.

Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun mencapai 3,970 persen, setelah lonjakan minggu lalu menjadi 4,09 persen terbukti cukup menggoda untuk menarik pembeli.

Pasar telah pasrah terhadap kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve tetapi berharap itu akan bertahan dengan pergerakan seperempat poin daripada beralih kembali ke kenaikan setengah poin.

Presiden Fed San Francisco, Mary Daly pada Sabtu (4/3/2023) mengulangi suku bunga harus naik tetapi menetapkan standar tinggi untuk bergerak ke kenaikan setengah poin.

Pasar berjangka menyiratkan peluang 72 persen Fed akan naikkan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan 22 Maret.

Semuanya menentukan pandangan untuk kesaksian Ketua Fed Jerome Powell di depan kongres pada Selasa (7/3/2023) dan Rabu (8/3/2023), di mana dia pasti akan ditanyai apakah diperlukan kenaikan yang lebih besar.

Namun, banyak hal yang mungkin bergantung pada apa yang diungkapkan oleh laporan penggajian Februari pada Jumat (10/3/2023). Dan itu akan diikuti oleh laporan IHK (Indeks Harga Konsumen) Februari pada 14 Maret.

"Kesaksian Powell muncul sebelum angka penggajian dan inflasi, oleh karena itu, dia cenderung menghindari komitmen tentang jalur kebijakan," kata Jan Nevruzi, seorang analis di NatWest Markets.

"(Data) penggajian akan dirilis pada hari terakhir ketika pejabat Fed dapat secara terbuka mendiskusikan kebijakan moneter, tetapi IHK akan dirilis selama periode blackout," tambahnya. "Jika kita berakhir dalam situasi di mana angka pekerjaan dan inflasi menghadirkan pandangan yang bertentangan, hasil pertemuan Fed bisa menjadi lebih sulit untuk diprediksi."

The Fed hampir tidak sendirian dalam memperingatkan pengetatan lebih lanjut. Dalam sebuah wawancara yang dirilis akhir pekan lalu, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan "sangat mungkin" mereka menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan ini dan bank memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan terkait inflasi.

Bank sentral Australia diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Selasa (7/3/2023), sementara bank sentral Kanada diperkirakan berhenti setelah menaikkan suku bunga pada rekor kecepatan 425 basis poin dalam 10 bulan.

Jumat (3/3/2023) menandai pertemuan kebijakan terakhir untuk Gubernur bank sentral (BoJ) Haruhiko Kuroda sebelum Kazuo Ueda mengambil kendali pada April, dan semua mata tertuju pada nasib sikap kontrol kurva imbal hasil (YCC).

"Tidak ada perubahan yang diharapkan tetapi kita seharusnya tidak sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan Kuroda keluar dengan keras melalui BoJ yang mengumumkan perubahan lain pada batas toleransi 0 persen YCC," catat analis di NAB dalam sebuah catatan.

BoJ mengguncang pasar pada Desember ketika secara tak terduga memperluas batas perdagangan yang diizinkan untuk imbal hasil obligasi 10 tahun menjadi antara -50 dan +50 basis poin.

Sejauh ini, Ueda telah terdengar dovish terhadap prospek kebijakan yang telah mempertahankan yen pada tren yang lebih lemah. Dolar terakhir berada di 135,95 yen setelah menyentuh puncak tiga bulan di 137,10 minggu lalu.

Euro bertahan di 1,0629 dolar, tidak jauh dari level terendah tujuh minggu baru-baru ini di 1,0533 dolar, sementara indeks dolar menguat di 104,610.

Kemunduran Jumat (3/3/2023) dalam imbal hasil obligasi membantu emas pulih dan diperdagangkan pada 1.855 dolar AS per ounce.

Harga minyak merosot, mungkin kecewa dengan target pertumbuhan terbaru China. Brent turun 33 sen menjadi 85,50 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS turun 30 sen menjadi 79,38 dolar AS per barel.


Baca juga: Saham Asia menguat didorong prospek pemulihan China, kehati-hatian Fed
Baca juga: Pasar Asia bernafas lega di tengah sidang Ueda di parlemen Jepang
Baca juga: Ekuitas Asia jatuh tertekan kekhawatiran prospek kenaikan suku bunga

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023