Tunis (ANTARA) - Presiden Tunisia Kais Saied pada Rabu (8/3) malam waktu setempat menyatakan akan membubarkan dewan-dewan kota menjelang pemilihan daerah, yang merupakan satu lagi kemunduran terhadap demokratisasi yang diraih setelah revolusi 2011.

"Kita akan membahas sebuah dekret untuk membubarkan (dewan) munisipalitas dan menggantinya dengan dewan khusus," kata Saied dalam sebuah video rapat kabinet yang ditayangkan secara daring.

Dewan baru tersebut juga akan dipilih langsung, namun dengan peraturan baru yang akan dirancang Saied. Ia sempat menuduh dewan-dewan kota yang ada di negara tersebut sebagai "negara dalam negara" dan tidak netral.

Pada pemilu daerah tahun 2018, partai Islam Ennahda, yang merupakan salah satu oposisi terkeras Saied, berhasil menguasai sepertiga dewan-dewan kota Tunisia.

Sistem dewan kota tersebut dibentuk setelah konstitusi Tunisia yang disahkan tahun 2014 memerintahkan desentralisasi.

Namun, undang-undang dasar tersebut telah diganti dengan konstitusi baru yang dirancang Saied dan disahkan setelah referendum tahun 2022, walaupun dengan angka partisipasi pemilih yang amat rendah.

"Sayangnya, kepala negara kita tidak yakin dengan sistem desentralisasi," kata Adnen Bouassida, kepada Federasi Nasional Munisipalitas pada radio lokal Mosaique FM.

Saied telah memusatkan hampir seluruh kekuasaan negara di tangannya setelah secara mendadak menangguhkan parlemen pada Juli 2021 dan memerintah melalui dekret.

Partai oposisi Tunisia mengecam tindakan Saied  dan menyebutnya sebagai kudeta yang tidak demokratis, namun Saied menegaskan tindakannya sah dan amat diperlukan untuk menyelamatkan negara dari kekacauan bertahun-tahun akibat elit politik yang korup dan mementingkan dirinya sendiri.

Bulan lalu, otoritas Tunisia menangkap pentolan pengkritik dan tokoh oposisi, termasuk beberapa anggota Ennahda, yang Saied sebut sebagai kriminal, pengkhianat, dan teroris dalam operasi penumpasan pengkritik pertama yang signifikan di negara itu.

Dewan kota yang anggotanya dipilih secara langsung tersebut kesulitan untuk menerapkan kebijakan di daerahnya, salah satunya karena anggaran yang rendah.

Karena mayoritas partai politik memboikot pemilu untuk memilih anggota parlemen yang sudah terlucuti kekuasaannya pada Desember dan Januari lalu, dewan-dewan kota adalah institusi pemerintah terakhir di mana partai-partai tersebut bisa muncul dan bersuara.


Sumber: Reuters
Baca juga: AS desak Tunisia perluas partisipasi politik
Baca juga: Pemogokan karena upah lumpuhkan transportasi di ibu kota Tunisia
Baca juga: Presiden Tunisia didesak segera kembali ke jalur demokrasi

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023