Salah satunya karena sanksi yang dikenakan masih sebatas sanksi administrasi.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor perhubungan laut, salah satunya dengan menegakkan aturan penggunaan sistem identifikasi kapal otomatis atau "automatic identification system" (AIS).

"Penegakan hukum berkaitan dengan AIS ini harus ditegakkan dan tidak ada tawar-menawar. Dengan mewajibkan penggunaan AIS, pergerakan kapal bisa kita ketahui, dan insya Allah bukan saja PNBP kita yang naik tetapi juga ilegal ekspor terutama batu bara itu bisa teratasi," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam seminar optimalisasi PNBP, di Jakarta, Kamis, dikutip dari keterangan resminya.

AIS adalah sistem pelacakan otomatis menggunakan "transceiver" yang terpasang di kapal dan digunakan oleh layanan lalu lintas kapal, sehingga negara melalui Kemenhub dapat melacak keberadaan kapal yang melintas di perairan Indonesia.

Dalam Konvensi Internasional Organisasi Maritim Internasional untuk Keselamatan Kehidupan di Laut telah mensyaratkan AIS dipasang di kapal pelayaran internasional dengan 300 tonase kotor (GT) atau lebih. Peraturan tersebut pun telah diterapkan di Indonesia sejak 2019.

Peraturan tentang pemasangan dan pengaktifan AIS sebelumnya telah diatur dalam PM Nomor 58 Tahun 2019 dan PM Nomor 7 Tahun 2019. Namun, masih banyak didapati kapal yang mematikan sistem AIS ini saat berada di perairan Indonesia, sehingga tidak terlacak keberadaannya.

Kemenhub menyatakan masih banyaknya kasus menonaktifkan AIS tersebut, salah satunya karena sanksi yang dikenakan masih sebatas sanksi administrasi.

Oleh karena itu, Kemenhub telah menerbitkan aturan baru terkait pengaktifan AIS melalui PM 18 Tahun 2022 tentang Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal yang Melakukan Kegiatan di Wilayah Perairan Indonesia. Dalam aturan baru itu disebutkan kapal yang melanggar dapat dikenakan denda hingga Rp75 juta.

Melalui penggunaan AIS, Kemenhub mengharapkan pengawasan kapal di perairan Indonesia, khususnya di pelabuhan terminal khusus (tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) dapat dilakukan dengan efektif, sehingga dapat menekan pelanggaran dalam pengoperasian tersus dan TUKS, serta mencegah hilangnya potensi PNBP yang seharusnya diperoleh negara.

Menhub pun meyakini dengan ditegakkannya peraturan PM 18 Tahun 2022, PNBP dari sektor perhubungan laut dapat meningkat hingga lebih dari 50 persen. Pendapatan tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur transportasi.

Menhub juga menjelaskan untuk meningkatkan pengawasan terhadap tersus dan TUKS, membutuhkan sinergi dan kolaborasi yang kuat dengan pihak terkait, misalnya dengan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.

Selain dengan kementerian/lembaga, sinergi dengan kalangan akademisi juga perlu dilakukan untuk mengkaji suatu sistem pengawasan yang efektif dan efisien.

"Kita bisa mulai lakukan penegakan hukum ini di tempat yang paling ramai, seperti di Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau. Saya yakin dengan adanya kesepahaman antara kementerian/lembaga yang semakin baik, rekan-rekan di lapangan bisa melaksanakannya dengan baik," ujar Menhub.

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menyampaikan Ditjen Bea dan Cukai mendukung langkah tegas Kemenhub terkait penerapan AIS.

Ia menilai penegakan aturan ini harus terus ditingkatkan agar kapal-kapal yang berada perairan Indonesia lebih taat untuk tetap mengaktifkan AIS.
Baca juga: Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Kemenhub sebesar Rp7,6 triliun
Baca juga: Realisasi anggaran Kemenhub 2022 capai 97,69 persen, Rp32,63 triliun

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023