Pemerintah punya harapan yang besar terhadap implementasi PLTS untuk mendukung ke 23 persen ini
Jakarta (ANTARA) - Chief Executive Officer (CEO) PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA) Rico Syah Alam membeberkan strategi perusahaan dalam mendukung pencapaian target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen.

"Sebanyak 23 persen ini bukan hanya PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) saja tetapi kami kebetulan karena potensi paling besar di Indonesia itu Matahari di khatulistiwa, makanya pemerintah punya harapan yang besar terhadap implementasi PLTS untuk mendukung ke 23 persen ini," katanya di Jakarta, Jumat.

SESNA merupakan perusahaan energi terbarukan yang berfokus pada pengembangan energi surya. Adapun fokusnya sebagai pengembang dan investor mulai dari pengadaan, konstruksi, layanan operasi dan pemeliharaan.

Rico menyebut target 23 persen tersebut salah satunya melalui pemanfaatan energi surya. Selain itu, kata dia, potensi penggunaan PLTS atap juga besar di Indonesia.

"Untuk mencapai 23 persen ini dengan PLTS kalau menurut saya langkah yang cukup baik karena potensinya besar. Kemudian penggunaannya bisa di mana saja biasa di atas rooftop," ujar Rico.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perusahaannya tetap fokus dengan proyek independent power producer (IPP) dengan PT PLN (Persero) dengan kontrak selama 20 tahun.

"Jadi, istilahnya kita sebagai pengembang kita kembangkan project-nya, kita build project-nya kita lakukan investment. Kemudian, ketika sudah terbangun akan menghasilkan listrik yang kemudian kita jual ke PLN,” ujar Rico.

Meskipun akhirnya, lanjut dia, terdapat adanya pembatasan pemanfaatan PLTS atap 10 hingga 15 persen yang diberlakukan oleh PLN. Namun, ia mengaku hal tersebut tidak menjadi masalah.

"Misalnya, ada pelanggan PLN dari sektor industri yang berlangganan hanya 1 megawatt berarti kan cuma bisa 150 kilowatt itu kecil. Ya sudah, kita cari pabrik yang kapasitasnya 10 megawatt sehingga ketika dikali 15 persen masih bisa 1,5 megawatt," ungkapnya.

Terobosan lainnya, Rico mengatakan bahwa SESNA juga bisa mencari klien bukan dari PLN.

"Jadi, yang off grid atau tidak terjangkau PLN. Mereka punya genset sendiri, kami support genset mereka itu kotor dan biaya listriknya lebih mahal, PLTS masuk mendukung itu cost-nya jadi turun kemudian energi bersih tidak ada hambatan dengan peraturan di PLN," tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.

Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLN, namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang pembangkit listrik matahari dan hanya terbatas sampai 15 persen.

Rico mengaku sebenarnya tidak mempersalahkan soal aturan tersebut. Menurut dia, yang paling penting ialah segala prosedur untuk pemasangan PLTS atap tidak berbelit-belit.

"Kita tidak ada masalah tetapi yang penting implementasi di sana clear. Jadi, menurut kita semua regulasi sekarang yang ada itu kita siap menghormati, cuma yang penting diimplementasikan di lapangan itu jangan lama lagi, oke kita sepakat 15 persen katakan tetapi ya sudah peraturannya cepat dong, perizinannya terus segala prosedurnya cepat. Buat kita tidak ada masalah sebenarnya," ujar Rico.

Baca juga: Pengamat sebut seharusnya tak ada pembatasan PLTS atap bagi masyarakat
Baca juga: Kementerian ESDM ajak mahasiswa terlibat langsung manfaatkan EBT
Baca juga: ESDM: RI targetkan netralitas karbon selaras tren kebijakan global

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023