Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta seluruh pemerintah dan aparat keamanan menjamin keamanan dan keselamatan setiap tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di daerah terpencil dan rawan konflik.

“Salah satu kendala dalam pemerataan dokter terutama dokter spesialis di daerah adalah belum ada jaminan keselamatan dan keamanan dari Pemerintah Pusat maupun daerah bagi para tenaga kesehatan yang bertugas, terutama di wilayah terpencil dan wilayah konflik,” kata Ketua Umum PB IDI Moh. Adib Khumaidi dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin.

Adib menyatakan kematian Dokter Spesialis Paru dr Mawartih Susanti, SpP, di Nabire, Papua merupakan alarm bagi pemerintah bahwa para tenaga kesehatan masih menghadapi kendala seperti jaminan keamanan dan keselamatan, infrastruktur akses yang tidak memadai sehingga belum bisa bertugas secara maksimal.

Kematian dr Mawartih amat disayangkan karena berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dari sekitar 1,424 dokter spesialis paru di seluruh Indonesia, jumlah Dokter Spesialis Paru untuk Indonesia Timur hanya kurang lebih 50 dokter.

Baca juga: Menkes melayat ke rumah keluarga Dokter Mawartih di Makassar

Baca juga: PB-IDI kecam dugaan kekerasan yang dialami dokter onkologi di Papua


Adib menilai perbaikan infrastruktur akses yang baik antar desa atau daerah menuju fasilitas kesehatan juga sangat diperlukan. Sehingga para nakes maupun masyarakat bisa mengakses layanan dan fasilitas kesehatan dengan lebih baik.

“PB IDI akan selalu menjadi mitra strategis pemerintah untuk mendorong berkembangnya layanan kesehatan di Indonesia. Namun, kendala pemerataan dokter spesialis di daerah terutama wilayah terpencil akan sulit diatasi apabila hal-hal seperti jaminan keamanan dan keselamatan serta akses infrastruktur tidak diperbaiki oleh pemerintah,” katanya.

Kemudian terkait pengusutan kasus kematian dr Mawartih, Adib menyatakan PB IDI akan terus memberikan pengawalan sampai tuntas, sesuai dengan keinginan keluarga mendiang yang berharap agar kasus tidak terulang dan tiap nakes yang mengabdi di daerah terluar, perbatasan, terpencil dan daerah konflik benar-benar mendapat kepastian dan perlindungan keselamatan dalam tugas.

“PB IDI akan terus mengawal agar kasus meninggalnya dr Mawartih ini diusut tuntas. PB IDI juga menyampaikan apresiasi yang tinggi untuk IDI Cabang Nabire yang sigap segera kejadian diketahui terus melakukan berkoordinasi dengan RSUD Nabire dan Pemda Nabire,” katanya.

Adib turut menyatakan PB IDI sangat mengagumi jejak pengabdian dr Mawartih yang telah mengabdi menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Wilayah Kalimantan Tengah dan Tolikara, Papua, sebelum akhirnya memilih Nabire sebagai tempat pengabdian hingga akhir hayatnya pada 9 Maret 2023.

Sebagai ungkapan solidaritas dan duka cita atas meninggalnya dr Mawartih, PB IDI secara resmi mengimbau seluruh tenaga kesehatan untuk menggunakan pita hitam di lengan kanan, sejak Senin (13/3) hingga Rabu (15/3). Imbauan tersebut telah dikirimkan pada seluruh ketua IDI baik cabang hingga keseminatan dalam bentuk surat edaran resmi.*

Baca juga: IDI Papua dampingi korban nakes untuk pemulihan fisik dan psikis

Baca juga: IDI: Sembilan nakes Papua korban kekerasan jalani pemulihan trauma


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023