Jakarta (ANTARA) - Pagi itu anak-anak sekolah berseragam putih biru tampak menyusuri jalanan berlubang dan berlumpur di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.  Sesekali para siswa harus bergantian mengangkut kelapa sawit yang merupakan komoditas utama sektor perkebunan di kabupaten seluas 20.381,59 kilometer persegi ini.

Berselang beberapa waktu, akhirnya mereka pun sampai di sebuah sekolah bernama SMPN 1 Sekolaq Darat yang berada di wilayah konservasi alam Kersik Kluai.  Sekolaq Darat  merupakan kecamatan yang tidak terlalu luas di Kutai Barat.

Sejak memasuki gerbang sekolah, terlihat banyak pohon  yang rindang berjejer memenuhi taman depan sekolah hingga kendaraan yang terparkir pun teduh oleh bayangan.

Kepala Sekolah SMPN 1 Sekolaq Darat, Elli Helkia, bercerita bahwa sekolah ini memang diarahkan menjadi Sekolah Adiwiyata berbasis kearifan lokal, sehingga tidak mengherankan jika yang tersaji bukan taman bermain, melainkan hutan buatan.

Sekolah yang awalnya merupakan sekolah swasta bernama SMP Swalas Guna tersebut kini sedang beralih dari Kurikulum 2013 menuju Kurikulum Merdeka secara mandiri dengan pilihan Mandiri Berubah.

Kurikulum Merdeka sendiri adalah kurikulum yang dimaksudkan untuk mengasah minat serta bakat anak sejak dini dengan fokus pada materi esensial, pengembangan karakter dan kompetensi siswa.

Sementara Mandiri Berubah merupakan salah satu dari tiga jenis implementasi Kurikulum Merdeka dan bisa dipilih oleh satuan pendidikan berdasarkan kesiapan masing-masing.

Untuk Mandiri Berubah, pihak sekolah menggunakan struktur dan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka dalam mengembangkan kurikulum, melaksanakan pembelajaran maupun penilaiannya.

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, para guru di sekolah ini juga menerapkan pendekatan MIKIR yakni Mengalami, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi, sehingga terdapat keterlibatan secara masif dari peserta didik.
Siswa kelas IX Romi Prawito Saputra mencangkok tanaman di kebun sekolah SMPN 1 Sekolaq Darat, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Rabu (15/3/2023). (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)


Belajar dari kebun sekolah

Penerapan pendekatan MIKIR oleh SMPN 1 Sekolaq Darat adalah upaya untuk memenuhi pelaksanaan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka.

Praktik P5 dilakukan dengan memanfaatkan tanah luas yang tersedia di sekolah menjadi kebun sehingga sesuai dengan tujuan SMPN 1 Sekolaq Darat yakni menjadi Sekolah Adiwiyata berbasis kearifan lokal.

Melalui kebun itu, pihak sekolah mengedepankan prinsip kebebasan, keterbukaan, partisipasi, pemberdayaan dan penghargaan terhadap keberagaman yang berlaku baik bagi guru maupun anak didik.

Beragam jenis tanaman ditanam sendiri oleh para siswa dan guru di kebun sekolah mulai dari jeruk sunkist, terong, jagung, pepaya, pisang, rambutan, jambu air, seledri dan seledri dan lain sebagainya.

Elli menjelaskan, ide memanfaatkan ruang terbuka menjadi kebun sekolah berawal dari pandemi COVID-19 yang menyebabkan anak didik menjadi kurang aktif di kelas karena mereka terbiasa memakai gawai selama pembelajaran dari rumah.

Ia bersama para guru pun mencari inovasi dalam rangka meningkatkan minat, bakat serta partisipasi para siswa terhadap pembelajaran sehari-hari hingga akhirnya sekolah mencoba memanfaatkan lahan kosong menjadi kebun.

Saat ini setiap kelas telah memiliki petak kebun sendiri yang dibentuk untuk mendorong pengembangan sikap bertanggung jawab dan kompetitif yang sehat dalam diri para siswa. "Kami buat kegiatan alam dan itu membuat anak merasa senang. Atensi anak jadi tidak ke gawai,” ujar Elli.

Tidak hanya untuk wahana bercocok tanam,  kebun sekolah juga menjadi media pembelajaran bagi siswa dan guru dalam berbagai mata pelajaran mulai dari ilmu pengetahuan alam (IPA), Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika hingga Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Para guru menerjunkan anak didik secara langsung di kebun sekolah agar mereka bisa lebih memahami teori yang sedang dipelajari seperti pada matematika mengenai menghitung luas lahan dan jarak tanam tumbuhan.

Kemudian,untuk IPA mengenai perkembangbiakan tanaman serta pengaruh pemupukan terhadap produksi, Bahasa Indonesia tentang menulis laporan perkembangan tanaman, PKn soal bergotong royong dan bahasa Inggris terkait nama-nama bagian-bagian tanaman.

Selain sebagai media pembelajaran, hasil kebun sekolah milik SMPN 1 Sekolaq Darat juga bisa menghasilkan uang karena orang tua siswa serta pengepul sayur-sayuran dan buah-buahan di lingkungan sekitar sering membelinya.

Uang yang dihasilkan dari penjualan sayur dan buah itu mencapai sekitar Rp9 juta yang laporan keuangannya selalu tercantum di papan dekat kebun dan kemudian dimanfaatkan untuk berbagai keperluan para murid.

Selain menghasilkan uang, aktivitas di kebun sekolah ternyata turut memberi pengalaman berkesan kepada siswa SMPN 1 Sekolaq Darat seperti siswa kelas IX, Romi Prawito Saputra, yang memiliki hobi mencangkok tanaman setelah guru IPA, Yatno, mengajarinya di sekolah.

Romi sangat ahli mencangkok tanaman dan mempraktikkannya di rumah hingga banyak masyarakat yang membeli tanaman-tanaman cangkoknya.   Ibu dari Romi membantu menjualnya melalui WhatsApp.

Romi biasanya mendapat uang sekitar Rp100 ribu sampai Rp500 ribu dari tanaman cangkok yang dijual, sehingga dirinya bisa membeli beragam peralatan sekolah sendiri seperti tas, buku, sepatu termasuk uang saku tambahan.

Beberapa jenis tanaman yang sering dicangkok di antaranya alpukat, jeruk dan durian dengan waktu paling lama yang dibutuhkan untuk memanen adalah sekitar tiga sampai enam bulan.

Selain untuk dirinya sendiri, Romi juga sering membagikan keahlian mencangkoknya ke teman-teman di kelas bahkan ke tetangga-tetangga rumahnya sehingga ilmunya bermanfaat bagi orang lain.

"Tantangannya cuaca yang kurang mendukung. Kadang di sini (Kutai Barat) hujan kadang panas, sehingga tanaman cangkok jadi berjamur dan rusak,” kata Romi.
Kepala Dinas Pendidikan Kutai Barat, Kalimantan Timur Robertus Leopold Bandarsyah melakukan kunjungan ke SMPN 1 Sekolaq Darat, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Rabu (15/3/2023). (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)


Dukungan dan kolaborasi

Menyusuri jalan selama kurang lebih 13 sampai 16 jam dari pusat Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, masyarakat akan menemukan kabupaten kecil bernama Kutai Barat.

Jalan yang dilalui selama berjam-jam ini jauh dari kata layak, karena penuh lubang, lumpur, batu-batuan dengan struktur yang naik dan turun di tengah hutan-hutan Kalimantan.

Belum lagi jika hujan dan malam hari. Jalanan yang  rusak parah ditambah penerangan hanya dari lampu kendaraan ,membuat para pengemudi harus sangat berhati-hati agar tidak terjerembab. 

“Begini lah Kutai Barat, jalanan rusak. Begitu lah keadaan Kutai Barat yang sebenarnya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kutai Barat, Kalimantan Timur, Robertus Leopold Bandarsyah.

Kabupaten Kutai Barat sendiri merupakan kabupaten baru hasil pemekaran Kabupaten Kutai yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 47 Tahun 1999 dan kembali mengalami pemekaran pada 2013 melalui UU Nomor 02 Tahun 2013.

Wilayah kabupaten ini memiliki luas sekitar 20.381,59 kilometer persegi dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Bongan, sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Sekolaq Darat.

Bandarsyah mengatakan, jarak tempuh yang sangat jauh dari pusat kota membuat Kutai Barat cukup susah untuk berkembang baik dari sarana dan prasarana maupun kualitas sumber daya manusia (SDM).

Bahkan, indeks pembangunan manusia Kutai Barat untuk pendidikan berada diperingkat nomor dua dari belakang di Kalimantan Timur sehingga SDM di sini memang sangat tertinggal terutama di pendidikan dasar.

Ketertinggalan ini pun nampaknya sedang dikejar oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat melalui berbagai kerja sama dengan instansi terkait mulai dari World Wide Fund for Nature (WWF), Tanoto Foundation dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).

Terlebih lagi, Kutai Barat akan menjadi daerah penyangga Ibu Kota Nusantara yang terletak di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, sehingga kualitas SDM harus segera dipacu.

Adanya kolaborasi juga membantu Dinas Pendidikan Kutai Barat dalam menganalisa kualitas pendidikan di kabupaten ini sehingga menjadi rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah daerah untuk tahun ini dan tahun depan.

Salah satu hasil kolaborasi antara Dinas Pendidikan dengan berbagai pihak tersebut terlihat dari kemajuan SMPN 1 Sekolaq Darat melalui kebun sekolahnya.

WWF Indonesia memberi bantuan berupa pengelolaan limbah kebun sekolah menjadi pupuk organik, workshop mengenai lingkungan hidup serta studi tiru ke sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka.

Sementara Tanoto Foundation memberi dukungan melalui fasilitator daerah (Fasda) yakni guru-guru di Kutai Barat yang telah terseleksi dan mendapat pelatihan mengenai pembelajaran yang inovatif dan kreatif.

Selain itu, SMPN 1 Sekolaq Darat juga mendapat bantuan dari program tanggung jawab sosial  perusahaan (CSR) PT Trubaindo Coal Mining dan PT Bharinto Ekatama (TCM-BEK) berupa pupuk kandang.

Terkait pengembangan kebun sekolah,  sekolah menggandeng Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Sekolaq Darat untuk memberikan pelatihan mengenai cara bercocok tanam.

Awalnya pengelolaan kebun sekolah ditujukan sebagai solusi untuk menyiasati keuangan sekolah yang biasanya mengalami keterlambatan dalam proses pencairan. Kini kebun sekolah menjadi media pembelajaran dan praktik P5.

Sejauh ini hasil dari kebun sekolah sudah digunakan untuk mendukung pelaksanaan berbagai macam kegiatan seperti perayaan keagamaan, kegiatan perkemahan, iuran duka dan orang sakit.

Sementara praktik manajemen yang paling menonjol di SMPN 1 Sekolaq Darat yaitu peran masyarakat karena dari berbagai instansi dan kelompok untuk berkolaborasi dalam kegiatan dan pengembangan sekolah.

Tak hanya terkait kebun sekolah, SMPN 1 Sekolaq Darat turut menjajaki kerja sama dengan Perpustakaan Daerah Kabupaten Kutai Barat yakni dua orang guru mengikuti Pelatihan Manajemen Perpustakaan dan mendapatkan sertifikat nasional.

Berawal dari kebun sekolah, SMPN 1 Sekolaq Darat di Kutai Barat, Kalimantan Timur, merintis program besar untuk para siswanya melalui kearifan lokal. Para tenaga pengajar berharap siswanya kelak tidak hanya mumpuni dalam ilmu pengetahuan, tapi juga  akan menjadi manusia yang berketrampilan. 
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023