Daya beli masyarakat di bulan Ramadhan itu cenderung naik dan terdistribusi. Jadi orang yang cenderung kaya akan menyedekahkan....
Surabaya (ANTARA) - Ekonom Universitas Airlangga Surabaya, Shochrul Rohmatul Ajija, SE., ME.c., mengatakan bahwa bulan Ramadhan menjadi momen peningkatan perekonomian masyarakat  yang terlihat dari menjamurnya pedagang ultra mikro yang menjajakan dagangannya sesaat sebelum berbuka.

"Daya beli masyarakat di bulan Ramadhan itu cenderung naik dan terdistribusi. Jadi orang yang cenderung kaya akan menyedekahkan sehingga orang-orang dalam kelompok masakin (miskin) mendapat tambahan income dan daya beli naik," ujarnya di Surabaya, Jawa Timur, Jumat.

Tidak hanya itu, aspek psikologis dan keyakinan dalam beragama, sambungnya, juga memengaruhi hal tersebut. Banyak warga yang merasa bahwa Ramadhan menjadi waktu yang tepat untuk bersedekah dan mengeluarkan uang yang dimilikinya, sehingga demand atau permintaan cenderung naik.

Baca juga: Anggota DPR dukung maklumat larangan "sahur on the road"

Ekonom Unair itu menegaskan bahwa permintaan masyarakat tersebutlah, yang ditangkap oleh pasar sehingga direspons dengan bermunculan usaha-usaha ultra mikro baru.

Shochrul mengatakan hal itu juga membuat para pengusaha menaikkan supply atau penawaran barang yang dimiliki untuk memenuhi permintaan masyarakat. Kenaikan tersebut akhirnya membuat titik keseimbangan (equilibrium, red) juga berubah.

"Banyak orang yang sudah merencanakan income-nya untuk menghadapi bulan Ramadhan. Ada sebagian orang yang memilih untuk membuat tabungan Idul Fitri, kalau di kampung ada arisan lebaran. Itu uang yang sengaja dikumpulkan untuk Ramadhan dan Idul Fitri," tambah dosen Departemen Ekonomi Pembangunan tersebut.

Selain itu, pedagang diminta  bertindak rasional dan paham akan pasar, sehingga dapat menyetok barang dengan efisien.

 Baca juga: Ini 8 tips jitu jualan kuliner online agar makin laris selama Ramadhan

Ia juga berpesan jangan sampai glorifikasi prospek usaha di bulan Ramadhan membuat pedagang ultra mikro baru mencari modal dengan berutang.

"Skema pembiayaan (utang) untuk usaha yang sporadis seperti ini bahaya karena tidak sedikit yang habis lebaran menanggung utang banyak. Dengan alasan ketipulah, salah perhitunganlah dan tidak laku barang dagangannya," tuturnya.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023