Purwokerto (ANTARA) - Pengamat sosial ekonomi perikanan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Teuku Junaidi mengatakan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti harus mengikuti prosedur material transfer agreement (MTA) atau perjanjian alih material.

"Peneliti yang tidak mengikuti prosedur MTA dapat merugikan negara. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih ketat mengawasi sumber daya hayati dari tangan 'nakal' yang mengambil material untuk alasan penelitian," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Menurut dia, hingga saat ini sumber daya hayati Indonesia masih menjadi incaran para peneliti asing.

Namun dengan adanya pengawasan dan izin khusus bagi peneliti asing yang melakukan penelitian di Indonesia, lanjut dia, hal itu membuat para peneliti asing harus bekerja sama dengan perguruan tinggi atau instansi terkait.

Ia mengatakan sebagian peneliti asing itu mengambil jalan praktis dengan mengundang peneliti kita ke negaranya dengan membawa sampel dari Indonesia.

Akan tetapi pada kenyataannya, kata dia, pemerintah lengah dalam mengawasi "hilangnya" sumber daya hayati Indonesia yang dibawa keluar untuk kepentingan penelitian mahasiswa atau dosen tersebut.

"Pertanyaannya apakah ada keuntungan bagi Indonesia?. Pemerintah harus hati-hati terhadap incaran peneliti asing dan negara asing dengan memanfaatkan sumber daya hayati kita yang diteliti untuk kepentingan asing," katanya menegaskan.

Di sisi lain, kata dia, mahasiswa atau dosen dari Indonesia membawa material dari Tanah Air ke luar negeri untuk keperluan riset bersama profesornya.

Namun saat hasil penelitian dipublikasikan, lanjut dia, tidak disebutkan daerah asal material atau lokasi sampel diambil, selain tidak ada izin dari pemerintah setempat atau instansi terkait.

Baca juga: Unhas dan perusahaan di Taiwan kerja sama pengembangan penelitian

"Pada saat para peneliti Indonesia menemukan potensi atau pemanfaatan sumber daya hayati untuk dipublikasikan dan diterapkan, tentunya pihak luar sudah terlebih dahulu melakukannya," kata dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unsoed itu.

Artinya, kata dia, peneliti Indonesia kalah selangkah dari peneliti asing yang sudah mendapatkan materialnya untuk diteliti sebelum dilakukan peneliti Indonesia.

Menurut dia, hal itu menunjukkan kurang pekanya peneliti Indonesia yang tanpa disadari telah dimanfaatkan untuk kepentingan asing.

Ia mengatakan kondisi pesisir Indonesia yang luas dan dengan potensi lautnya yang kaya sebagai kekayaan pangan, harus mampu dijaga karena sangat berbahaya jika dibawa ke luar negeri untuk bahan riset tanpa adanya izin dari pemerintah.

"Tidak sensitifnya peneliti akan mengakibatkan sumber daya hayati dicuri secara legal melalui kerja sama beasiswa atau postdoctoral. Dosen yang bangga melakukan penelitian bersama terkadang lebih untuk kepentingan pribadi, baik untuk karier, koin, maupun poin," jelasnya.

Perketat izin pengambilan sampel

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pemerintah harus memperketat izin pengambilan sampel di lokasi maupun terhadap masuknya material biologi ke wilayah Indonesia.

Menurut dia, pengawasan terhadap keluar dan masuknya material biologi itu harus dilakukan dengan ketat oleh Balai Karantina.

"Serangan bioterorisme patut diwaspadai akibat kurangnya pengawasan karena akan merugikan negara, risiko kerugian ekonomi. Apalagi dengan kecanggihan teknologi saat ini, gen asli organisme bisa mudah diambil," tegasnya.

Baca juga: Penemuan anggrek jenis baru di Raja Ampat diungkap tim peneliti

Ia mengatakan salah seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang mengambil program doktoral di Jepang, mengaku telah beberapa kali membaca paper yang lokasi pengambilan sampelnya di Indonesia namun penulis yang tercantum tidak ada orang Indonesia-nya.

"Benar bahwa maksud dari peneliti untuk mengembangkan ilmu, namun karena dari suatu penelitian akan berdampak positif dan negatif, bersifat dual use," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, penelitian tersebut dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang akan mengambil keuntungan pribadi demi koin dan poin yang ditutupi dengan menafsirkannya sebagai niat akan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Menurut dia, risiko dari keluar dan masuknya material biologi ke Indonesia akan membahayakan bagi ketersediaan pangan pada masa yang akan datang.

Ia mengatakan serangan biologi yang tidak disadari akan sangat berbahaya bagi stabilitas negara, sehingga regulasi dari Badan Intelijen Negara (BIN) serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus jelas agar peneliti "nakal" mendapatkan ancaman pidana

"Sebagai contoh, serangan biologi pada petani Indonesia sampai saat ini masih berlangsung akibat lengahnya pemerintah mengawasi masuknya keong mas. Kasus serangan biologi terhadap ekonomi Indonesia adalah nyata," katanya.

Junaidi mengatakan keong mas (pomacea canaliculata) yang menjadi musuh petani karena menyerang padi hampir di seluruh pelosok Tanah Air merupakan bukti serangan ekonomi terhadap Indonesia dan sampai saat ini belum diperoleh secara pasti oknum yang membawa material keong mas tersebut.

Baca juga: Rektor UIN Palu minta dosen tingkatkan penelitian dan publikasi jurnal
Baca juga: HA IPB buka DPCI keempat di Belanda dorong perdagangan dan penelitian

 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023