Ponorogo (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpaksa pindah kantor dari Jakarta ke Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta, agar dapat memantau langsung penanganan korban gempa di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta. Juru bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, mengungkapkan hal itu kepada wartawan di Ponorogo, Minggu, di sela-sela mengikuti kunjungan Presiden Yudhoyono menghadiri peringatan 80 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Andi mengatakan Presiden RI bisa berkantor di mana saja, terutama di wilayah RI yang ada istana presidennya. Presiden ingin melihat sendiri dalam koordinasi penanganan bencana, karena harus ada sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan TNI. Dikatakannya Presiden ingin memastikan sendiri kalau sistem itu bekerja, sehingga memilih untuk berkantor di Yogyakarta dalam beberapa hari ke depan, sejak kepulangan dari Ponorogo. Bersama Presiden adalah Menko Polhukam Widodo AS, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menhub Hatta Rajasa, Menkes Siti Fadilah Supari, Mensos Bachtiar Chamsyah, Mendiknas Bambang Sudibyo, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Sekretaris Kabinet dan menteri-menteri lain bisa menyusul berkantor di Yogyakarta. "Yang jelas seluruh aparat pusat mendukung dan mengerahkan bantuan yang dibutuhkan di Yogyakarta. Sebaliknya Pemda diminta mengerahkan seluruh potensinya. Demikian pula Panglima TNI diinstruksikan untuk terlibat," ujarnya. Tugas utama sejak terjadi gempa berkekuatan 5,9 SR itu adalah mencari korban-korban, yang mungkin masih tertimbun reruntuhan bangunan dan hari kedua ini bantuan terus mengalir, terutama untuk menyiapkan rumah sakit (Rumkit) lapangan guna menangani korban yang belum tertampung. Akademi Militer (Akmil) Magelang sudah terjun langsung segera setelah kejadian, membantu melakukan evakuasi korban. Dalam kunjungan ke Ponpes Gontor itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Menteri Agama Maftuh Basuni, Menkop dan Usaha Kecil Surya Dharma Ali serta Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. (*)

Copyright © ANTARA 2006