Mabes Polri perlu mengeluarkan ancaman untuk mengungkap kasus itu.
Jakarta (ANTARA) - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyebut Bripka AS, oknum Satlantas Polres Samosir, Sumatera Utara, bukan pelaku tunggal dalam kasus penggelapan uang panjak kendaraan senilai Rp2,5 miliar.

"Mari kita bernalar, seberapa kuat seorang bripka melakukan police misconduct (anggota polisi melakukan pelanggaran) sendirian?" kata Reza dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Menurut Reza, ketika ada polisi yang melakukan penyimpangan, patut diduga ada sejawat yang tahu, bahkan ikut serta dalam penyimpangan tersebut.

Dalam kasus penyimpangan pajak Samsat ini, kata dia, tidak cukup apabila dipandang sebagai masalah Bripka AS semata (bad apple theory). Jika dikaitkan dengan situasi sistemik, penyimpangan struktural, pidana terorganisasi (rotten barrel theory) sebagai unsur yang menyebabkan masalah pajak tersebut.

Maka dari itu, kata dia, untuk memutuskan teori tersebut, secara nalar apakah mungkin seorang bripka melakukan pelanggaran seorang diri.

Akan tetapi, lanjut dia, selama 2023 hanya ada satu laporan yang masuk ke dalam sistem whistleblowing (peniup peluit) Polri.

"Padahal, Bripka AS meninggal dunia pada tanggal 6 Februari 2023," ungkap Reza.

Melihat situasi itu, kata Reza, itu artinya hingga sebulan lebih sejak Bripka AS meninggal dunia, tetap belum ada laporan yang Polri terima dari sistem (whistleblowing) tersebut. Dengan kata lain, tidak ada satu pun personel Polri, terutama di Satwil Samosir dan Polda Sumut, yang terpanggil untuk menjadi peniup pluit.

Baca juga: Polisi tangkap mantan akuntan gelapkan Rp2,7 miliar pajak perusahaan
Baca juga: Polisi Usut Tersangka Penggelapan Pajak di Jatim


Reza mengatakan bahwa Mabes Polri perlu mengeluarkan ancaman untuk mengungkap kasus itu karena mendorong personel untuk memanfaatkan sistem whistleblowing (WBS) tampaknya tidak ampuh.

Ancaman yang dimaksudkan, misalnya menjamin perlindungan, bahkan penghapusan hukuman bagi personel yang memberikan informasi tentang kematian Bripka AS dan penyimpangan pajak di Samsat Samosir selambatnya pada tanggal 30 Maret 2023.

"Akan tetapi, jika selepas tanggal itu tetap tidak ada personel yang meniup pluit, dan nantinya diketahui terlibat atau tutup mulut, maka sanksi dengan pemberatan akan dijatuhkan," ujarnya.

Reza mengatakan bahwa penyebab pasti kematian Bripka AS perlu dilakukan autopsi fisik dan autopsi psikologi. Bila disisir, kecil kemungkinan kematiannya karena faktor alami (natural), bunuh diri (suicide), dan kecelakaan (accident).

"Tinggal satu (kemungkinan) pembunuhan (homicide)," kata Reza.

Bripka AS diduga terlibat penggelapan uang pajak kendaraan bermotor milik ratusan warga Samosir dengan angka yang mencapai Rp2,5 miliar.

Oknum anggota Satlantas Polres Samosir itu ditemukan tewas di tebing, Dusun Simullop, Desa Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Somasir, pada tanggal 6 Februari 2023.

Namun, pihak keluarga menduga ada kejanggalan kematian Bripka AS yang dilaporkan bunuh diri karena meminum racun sianida.

Sementara itu, pihak Mabes Polri ketika ditanyakan terkait dengan kasus Bripka AS tidak ingin berkomentar. Pihak Mabes Polri mengatakan bahwa  Polda Sumatera Utara sudah merilis persoalan tersebut.

"Tanyakan ke Sumut, sudah dirilis," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023