yang terjadi ke depan adalah overload
Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Adib Khumaidi mengemukakan program percepatan produksi dokter berpotensi memicu angka pengangguran intelektual jika tidak diiringi dengan strategi distribusi yang tepat.

"Kalau upaya produksi dokter dan dokter spesialis tidak melalui asesmen, yang terjadi ke depan adalah overload. Kemudian terjadi penumpukan dalam satu wilayah, dan yang terjadi adalah beban ganda dalam jumlah dokter," kata Adib Khumaidi dalam agenda Mimbar Publik Episode 1 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa malam.

Menurut Adib, asumsi rasio terbaik versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah satu dokter per 1.000 penduduk, atau setara dengan kebutuhan di Indonesia sebanyak 272.000 dokter.

Jumlah dokter versi IDI saat ini berjumlah 193.710 dokter, yang terbagi atas dokter umum 148.900 orang dan dokter spesialis 44.810 orang. Sehingga masih terjadi kekurangan berkisar 78.290 dokter.

Baca juga: MKKI: Jumlah dokter spesialis diharapkan naik melalui program AHS
Baca juga: Dekan FK Unram dukung pemerintah berikan beasiswa dokter spesialis

Adib mengatakan, laju produksi dokter di 92 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia saat ini berkisar 12.000 orang per tahun. "Dalam 6 sampai 7 tahun, kita akan dapatkan jumlah dokter yang sesuai," katanya.

​​​​​​Menurut Adib, data jumlah dokter yang dihimpun IDI bersumber dari pendataan anggota dan penerbitan rekomendasi izin praktik yang dilakukan organisasi profesi sampai di tingkat cabang.

"Kalau lihat DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah gap-nya dengan wilayah lain terlalu jauh," katanya.

Adib mengatakan, kekurangan jumlah dokter versi IDI berbeda dengan laporan Kementerian Kesehatan yang menyebutkan kekurangan jumlah dokter di Indonesia mencapai 160.000 orang.

"Produksi dokter perlu pola analisa kebutuhan tenaga kesehatan dan tenaga medis berbasis kabupaten/kota dan provinsi," katanya.

Baca juga: Unja kejar akreditasi bantu kebutuhan dokter spesialis di daerah
Baca juga: Rasio dokter spesialis di Kaltara belum memenuhi standar WHO

Kementerian Kesehatan RI sedang menempuh tiga strategi akselerasi produksi dokter di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan rasio 1:1.000 penduduk.

Pertama, meningkatkan jumlah prodi. Sebab, dari 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia, hanya 20 di antaranya yang memiliki prodi pelayanan jantung, sementara yang bisa melakukan spesialis hanya dua prodi.

Kemenkes bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengejar pemenuhan tenaga kesehatan dengan menambah jumlah prodi kedokteran supaya makin banyak menghasilkan dokter dan dokter spesialis.

Strategi kedua, membuka beasiswa melalui kerja sama dengan kolegium dan organisasi profesi untuk melatih dokter spesialis.

Beasiswa yang semula tersedia hanya 200 hingga 300 beasiswa. Di tahun 2022, ditambah menjadi 1.500 beasiswa per tahun.

Strategi ketiga, mendorong pendidikan dokter berbasis rumah sakit atau hospital based, dengan menambah sistem pendidikan dokter spesialis yang semula University Based ditambah Hospital Based.

Baca juga: IDI dorong perhitungan formasi kebutuhan dokter spesialis di daerah

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023