Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. dr. Elisna Syahrudin, PhD. SpP(K) menyarankan untuk mengenali faktor risiko kanker paru, mengingat jumlah kasus kanker paru meningkat tiap tahunnya.

“Dalam 10 tahun terakhir, kasus kanker paru terus meningkat, dan angka ini tidak pernah turun. ini adalah masalah. Lupakan angka atau jumlahnya, namun ada tren yang perlu kita lihat,” kata dia pada gelar wicara di Jakarta, Jumat.

Elisna menyampaikan bahwa di Indonesia, kanker paru menduduki peringkat ketiga dengan pasien terbanyak setelah kanker payudara dan kanker serviks. Kanker paru juga merupakan kanker penyebab kematian nomor satu di dunia termasuk di Tanah Air, melebihi kanker payudara dan serviks.

Baca juga: Tata laksana kanker multidisiplin tingkatkan ketepatan diagnosa

Dokter spesialis paru itu mengatakan bahwa tren meningkatnya kasus kanker paru disebabkan karena tidak dilakukannya langkah-langkah pencegahan. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap penyebab kanker dan faktor risikonya juga menjadi persoalan.

“Kenapa tidak dilakukan pencegahan? Karena etiologinya atau penyebab kanker itu tidak tahu. Bila kita tidak tahu penyebab utamanya, maka kenali lah faktor risikonya apa,” ujar Elisna.

Hingga kini terdapat delapan faktor risiko kanker paru, yakni merokok aktif, merokok pasif, mantan perokok, usia di atas 45 tahun, randon (gas radioaktif alami seperti di dalam tanah dan batu), kerentanan genetik, polutan lingkungan dan rumah tangga, serta penyakit paru kronis.

Dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, perokok aktif memiliki risiko 20 kali lipat lebih banyak, sedangkan perokok pasif dapat berisiko kanker paru sebanyak 20 persen.

“Paru itu berkaitan dengan sistem pernapasan. Ingat, satu-satunya sistem organ tubuh manusia yang melakukannya. Namun begitu seringnya paru teriritasi, terkontaminasi dengan udara luar, apalagi jika disengaja untuk merusaknya,” kata Elisna.

Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022, kanker paru merupakan penyakit dengan prognosis paling buruk, yaitu rendahnya angka tahan hidup dibandingkan dengan jenis kanker lainnya.

Pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi dalam kondisi stadium 4 memiliki angka harapan hidup hingga 10 bulan. Sementara bila tak diobati, angka harapan hidupnya diperkirakan hanya bertahan tiga bulan.

“Angka harapan hidup seluruh penyakit paru itu buruk, apa lagi 80 persennya baru berobat ketika telah stadium lanjut,” Elisna menambahkan.

Baca juga: Benarkah vape "lebih aman" dari rokok? Ini kata dokter

Baca juga: Dokter: Pengobatan kanker paru harus disesuaikan dengan kondisi pasien

Baca juga: Edukasi bahaya merokok harus dilakukan sejak dini


Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023