Jakarta (ANTARA) - Setiap 29 Maret diperingati sebagai Hari Filateli Nasional. Ketua Umum Perkumpulan Filateli Indonesia (PFI) Fadli Zon mengajak dua orang kolektor, Sekjen PFI, dan perwakilan dari kantor pos berkeliling melihat berbagai koleksi di Rumah Kreatif, di  Bumi Cimanggis Indah, Kota Depok.

Gerimis mewarnai sore hari itu di Kota Depok.  Meski demikian, tidak mengurangi suasana hangat antara Fadli Zon dan keempat pecinta filateli yang diajak berkeliling melihat koleksi benda-benda seni, mulai dari koleksi prangko, wayang, komik, kaset, gitar dari musisi kenamaan Zaenal Arifin, Rhoma Irama, Dara Puspita, hingga gerabah dari Sungai Musi dari tahun 800/900-an.

Momen yang berbarengan dengan Ramadhan 1.444 Hijriah tersebut dibuka dengan acara buka bersama sederhana, kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan sampul untuk memperingati 101 tahun PFI.

Hadir dua kolektor prangko terkenal dari Indonesia, Said Faisal Basymeleh, Tono Dwi Putranto, juga Sekretaris PT Pos Indonesia, Tata Sugiarta, serta Sekjen PFI, Gita Noviandi.

Fadli dan filateli

Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen  (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon,  mengaku menggemari filateli sejak duduk di Sekolah Dasar, karena kegiatan surat-menyurat juga bagian dari komunikasinya di masa kecil, sebelum masuk di era digital.

“Seperti kebiasaan orang filateli zaman dulu, biasanya kalau ada surat masuk itu ada amplop dan prangkonya. Lalu prangkonya saya ambil, dicelupkan dulu, kemudian dikeringkan di atas panci, kemudian mulai disusun,” kisahnya.

“Lama-lama, pengumpulan prangko makin banyak, lalu sejak 20 tahun lalu saya mulai serius dengan menyusun koleksi, dari segi stationery, amplop, maupun prangkonya menjadi suatu kesatuan cerita,” lanjut Fadli.

Menurut Fadli Zon, di era digital, koleksinya itu justru menjadi sesuatu yang bersifat material  dan semakin berharga. Penghargaan kepada hobi filateli bukan hanya apresiasi dari masa lalu, tetapi juga kesinambungan antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang, termasuk sentuhan era informasi digital ke dalam prangko, yang ke depan bisa meningkatkan minat generasi muda kepada filateli.

Peringatan 101 tahun adalah salah satu langkah untuk terus menyebarkan hobi filateli kepada generasi muda, karena hobi ini bisa membangun satu sikap mental kejujuran, ketekunan, dan keingintahuan pada berbagai bidang, yang semuanya bisa terekam dalam benda pos dan benda-benda filateli.

Fadli mengatakan, sebagian besar koleksi prangkonya dari Indonesia di zaman Belanda, atau Netherland-Indische.

Anggota Komisi I DPR RI ini juga mengatakan, hobi filateli membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran, juga studi yang lebih mendalam sehingga bisa menjadi narasi penting yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Sejarah Filateli Indonesia

Prangko pertama di dunia terbit di Inggris pada tahun 1840, yang kemudian membuka peluang munculnya kegemaran atau hobi mengumpulkan sekeping kertas unik itu dengan harga tertentu.

Sejarah ini ditulis oleh Perkumpulan Filateli Indonesia pada website resminya. PFI juga terbentuk tak lepas dari sejarah kolonialisme. Pada 29 Maret 1922, perkumpulan filatelis pertama kali berdiri di Indonesia, dan dikenal sebagai Postzegel Verzamelaars Club Batavia.

Setelah kemerdekaan RI, nama perkumpulan diubah menjadi Algemene Vereeniging voor Philatelism in Indonesia, Kemudian, pada 1953 diubah menjadi Perkumpulan Umum Philateli Indonesia. Pada 1985, barulah nama perkumpulan diubah menjadi Perkumpulan Filatelis Indonesia.

Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) sejak awal bukanlah suatu organisasi politik, melainkan suatu organisasi hobi yang bersifat nasional, tidak mencari keuntungan dan terbuka untuk seluruh warga Indonesia baik pria, wanita, tua, maupun muda.

Literasi tentang filateli 

Fadli Zon terpilih menjadi Ketua PFI kedua kalinya untuk periode 2022-2027 pada kongres ke-10 di Bogor pada September 2022. Di masa kepemimpinannya yang kedua, PFI akan lebih fokus meningkatkan literasi tentang filateli kepada generasi muda, agar dapat membentuk klub-klub filateli baru yang bisa melestarikan hobi filateli di Indonesia.

“Seperti yang saya sampaikan tadi, untuk menjadi filatelis perlu belajar dengan tekun, dan adanya peningkatan literasi. Kepengurusan 2022-2027 akan fokus medorong anak-anak atau generasi muda untuk membentuk klub-klub filateli,” kata Fadli.

Hobi filateli ini cukup menarik dan menantang, karena semakin langka. Kalau program-programnya dibuat lebih serius, maka kita juga bisa meneliti benda-benda filateli secara lebih detail. Ini bisa menjadi narasi yang panjang, juga objek penelitian penting yang bisa dipertimbangkan oleh para tokoh dan akademisi.

Said Faisal Basymeleh (tengah) bersama Fadli Zon (kiri) dan Tono Dwi Putranto (kanan) melihat koleksi prangko milik Fadli Zon di Depok, Rabu (29/3/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)


​​​​​​Sementara ituSaid Faisal Basymeleh, kolektor asal Surabaya yang juga turut hadir mengatakan, filateli adalah hobi yang tak bisa mati, karena filateli adalah benda investasi yang memiliki nilai atau value yang tinggi.

“Hobi filateli itu tidak ada batasnya, sampai tua pun Anda bisa terus berprestasi. Pemenang-pemenang stamp championship sebagian besar usianya di atas 80 tahun, dan mereka bangga dengan hobi, lingkungan, keluarga, juga komunitasnya. Filateli sebagai hobi, selain untuk kompetisi, juga bisa menjadi salah satu investasi,” kata Said.

Said melanjutkan, ketika sebuah hobi dinikmati sepanjang 20-30 tahun, maka akan mempunyai nilai yang tinggi. “Benda yang kita beli hari ini, kemudian kita simpan dan berharap di kemudian hari nilainya bisa dua atau tiga kali lipat, itu namanya benda investasi,” ujar tokoh yang juga menjadi kolektor foto-foto lama Surabaya ini.

Di usianya yang tak lagi muda, Said masih aktif mengoleksi prangko. Salah satu koleksi yang paling berharga baginya adalah prangko seri orang utan tahun 1989, yang terbit pada Maret dengan nominal Rp 815. Saat itu, PT Pos Indonesia hanya menerbitkan 20 ribu carik kenangan atau souvenir sheet, yakni seri yang hanya ada saat memperingati suatu peristiwa. Said paham betul bahwa kolektor di dunia yang mengoleksi seri kera ada lebih dari dua juta.

“Waktu itu yang ada di tangan saya ada lima ribu, berarti itu sekitar 25 persen ya. Nah, pada bulan November, ada kawan datang ke saya untuk membeli seri itu. Saat itu saya tidak berniat menjual karena baru disimpan 10 bulan. Lalu dia saya kasih harga ngawur, lima kali lipat, Rp 4.000, saya yakin dia tidak akan beli, tetapi ternyata dia beli. Waktu itu saya bilang, kamu simpan 2.000, saya 2.000, tetapi dia bilang, jika boleh beli dengan harga Rp 4.000, diambil semua. Bayangkan, silahkan dihitung sendiri keuntungannya,” kisah Said.

Said bertahan pada investasi prangko, salah satunya karena prangko adalah benda investasi, dan orang bisa mendapatkan keuntungan dari filateli.

“Saya 20 tahun membina filatelis muda di Surabaya, kalau anak-anak mendaftar saya selalu tanya, prangko mana yang paling disuka, misal bunga anggrek. Misalnya prangko itu diganti dengan buku tentang anggrek, bagaimana? Dia tidak mau, karena dia bilang kalau prangko itu lama-lama bisa mahal,” ujar Said.

Anak usia SD yang belum paham tentang uang dan investasi saja bisa berpikiran seperti itu, dan bisa menilai bahwa prangko adalah sesuatu yang “mahal”, ia sudah tahu bahwa prangko ini punya nilai yang tidak bisa diganti dengan buku, atau materi yang lain.

Said juga mengisahkan, prangko termahal di dunia saat ini kira-kira nilainya Rp100 miliar, yang dibeli oleh pedagang prangko Inggris, dan tinggal satu-satunya di dunia. Dia beli, kemudian dia buatkan Non Fungible Token (NFT) sebuah aset digital dengan metadata unik untuk koleksi digital.

Prangko tersebut kemudian dibuat NFT menjadi sepuluh juta keping, maka sekarang nilainya menjadi ratusan juta dolar. Dari kasus ini dapat disimpulkan, aset digital itu bisa selaras dengan aset fisik, tetapi ketika kita tidak punya fisiknya, maka tidak akan bisa membuat NFT.

Said juga berpesan, apabila ingin menjadi kolektor prangko yang berhasil, maka harus mencari tahu dulu ilmunya, belajar dengan tekun, dan harus tajam menilai dan menimbang prangko mana yang bisa menarik kolektor internasional. Jika sudah seperti itu, kolektor tidak hanya bisa sukses, tapi juga akan bertahan dalam waktu yang cukup lama dan menjadikan filateli sebagai investasi jangka panjang.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023