Pesepak bola Timnas U20 Hugo Samir menyimak arahan dari Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali saat mengunjungi pemusatan latihan di Jakarta, Kamis (30/3/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
Tindak lanjut

Semua orang boleh saja sedih, kecewa. Akan tetapi, di tataran pengambil keputusan dengan pengaruh yang dimilikinya, setiap tetes air mata mesti dipertanggungjawabkan.

Ketika status tuan rumah Indonesia ditanggalkan, pertanyaan "setelah itu apa yang harus dilakukan" wajib melekat di kepala para pemangku kepentingan yang dalam hal ini diwakili PSSI dan pemerintah.

Evaluasi wajib dilakukan sesegera dan sekomprehensif mungkin. PSSI harus mencari penyebab munculnya keputusan pahit dari FIFA itu mulai dari titik paling rendah.

Apakah memang, ketidaksenangan akan kehadiran timnas U-20 Israel menjadi faktor tunggal? Atau ada aspek lain yang tersembunyi dari gegap gempita media arus utama?

Narasi-narasi ketidaksetujuan terhadap keikutsertaan Israel yang bergulir di lini masa dunia maya terkadang membuat lelah mata dan, bersamaan dengan itu, mengusik rasa penasaran.

Pikiran sederhananya, hal tersebut dapat diatasi dengan pengetatan keamanan. Kemampuan personel TNI dan Polri tidak perlu diragukan. Itu terbukti dengan amannya pelaksanaan KTT G-20 2022 di Bali yang diikuti pemimpin-pemimpin negara sahabat.

Namun, memang, tidak ada yang simpel jika kepentingan politik merasuk. Dugaan itu disebut-sebut yang membuat FIFA dengan yakin memvonis Indonesia tidak layak menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.

Lobi Ketua Umum PSSI Erick Thohir kepada Presiden FIFA Gianni Infantino di Doha, Qatar, membentur dinding tebal. FIFA bergeming dan tetap pada pendiriannya.

Baca juga: Erick Thohir: Saya sudah berjuang maksimal

Soal Israel ini terus diulang-ulang di publik, membuat masyarakat seolah melupakan pertanyaan penting lain yakni "Apakah infrastruktur kita sudah siap untuk Piala Dunia U-20?".

Tanggal 21-27 Maret 2023 seharusnya menjadi momen penting karena pada periode itu, FIFA turun ke enam stadion pertandingan Piala Dunia U-20 2023 untuk memastikan kesiapan akhirnya.

Keenam stadion itu adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Si Jalak Harupat (Bandung), Stadion Manahan (Solo), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya), Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring (Palembang) dan Stadion Kapten I Wayan Dipta (Gianyar, Bali).

Mundur ke belakang, tepatnya 6 Maret 2023, Erick Thohir menyatakan bahwa FIFA memiliki catatan negatif untuk semua stadion laga Piala Dunia U-20 2023.

Dan itu baru enam stadion pertandingan. Sebagai pengingat, FIFA mensyaratkan bahwa setiap stadion laga wajib memiliki setidak-tidaknya empat lapangan latihan untuk digunakan tim peserta dan wasit. Semuanya tentu wajib berstandar FIFA.

Di Palembang, misalnya, lapangan latihan yang disiapkan yakni Stadion Atletik Jakabaring 1, Lapangan Panahan Jakabaring dan Lapangan Baseball Jakabaring yang seluruhnya berasa di Kota Palembang.

Beranjak ke Bandung, di sana disiapkan lapangan penunjang Stadion Sidolig (Bandung), Lapangan Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor (Sumedang) dan Lapangan Jati Padjajaran Universitas Padjadjaran Jatinangor (Sumedang).

Kemudian di Surakarta ada Stadion Sriwedari, Lapangan Kota Barat, Lapangan Banyuanyar dan Lapangan Sriwaru.

Problemnya, PSSI nyaris tidak pernah mengabarkan keadaan terkini lapangan-lapangan latihan tersebut. Sejauh mana renovasinya, kondisi terakhir dan lain-lain. Padahal, FIFA juga memonitor lapangan-lapangan tersebut.

Selanjutnya: Tanpa keterbukaan

Copyright © ANTARA 2023