Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Widodo Ekatjahjana berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional (RUU HPI) akan memperkuat posisi Indonesia dalam persaingan global.

“Undang-Undang yang jelas dan komprehensif di bidang hukum perdata internasional akan menunjukkan komitmen tinggi dalam mewujudkan hubungan bisnis yang sehat dan meningkatkan kredibilitas kita di mata negara lain,” ucap Widodo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, tutur Widodo, RUU HPI sangat relevan dalam menjawab tantangan globalisasi dan menjadi alat penting dalam membangun hubungan internasional yang lebih baik serta berkelanjutan.

Widodo menambahkan, pengaturan Hukum Perdata Internasional (HPI) Indonesia saat ini masih bertumpu pada warisan Hindia Belanda dalam Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie (Staatblad 1847 No. 23) disingkat AB.

Ketentuan ini, kata dia, bertujuan dalam melindungi aktivitas hukum warga negara Indonesia (WNI) yang bersentuhan dengan warga negara asing WNA yaitu dalam Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 AB.

"Sebagai informasi, Pasal 16 AB mengatur tentang status personal dan wewenang seseorang, yang mencakup peraturan mengenai hukum perorangan dan hukum kekeluargaan bagi status hukum WNI," ujarnya.

Sedangkan Pasal 17 AB mengatur mengenai benda bergerak maupun benda tidak bergerak harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat di mana benda itu terletak (lex rei sitae), terlepas dari pemiliknya, dan selanjutnya Pasal 18 AB mengatur tentang yurisdiksi pengadilan yang menangani permasalahan hukum keperdataan tersebut

“Dalam implementasinya saat ini, ketiga pasal tersebut sudah tidak lagi memadai. Mengingat selain karena merupakan peninggalan kolonial yang dibuat pada pertengahan abad-18, juga dikarenakan masih menggunakan pendekatan bahwa keberlakuan HPI hanya dibatasi pada wilayah keberlakuan (teritorial),” kata Widodo.

Saat ini, kata Kepala BPHN, RUU HPI telah memasuki tahap harmonisasi di Kemenkumham. Jika proses ini dapat diselesaikan pada Juli 2023, maka RUU HPI akan diusulkan masuk daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023 melalui mekanisme evaluasi Prolegnas sekitar Juli-Agustus mendatang.

Yu Un Oppusunggu, staf pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa kebutuhan RUU HPI adalah suatu keniscayaan dengan adanya kemajuan teknologi seperti saat ini.

“RUU ini menunjukkan kehadiran negara dalam permasalahan hukum warga negara dan penduduk yang melibatkan unsur asing. Selain itu, RUU ini juga sebagai sebuah jawaban atas perkembangan pengaturan hukum perdata di dunia internasional, meningkatkan daya saing Indonesia, serta menciptakan pemberdayaan ekonomi wilayah perbatasan,” ujar Yu Un.
 

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023