Jakarta (ANTARA News) - Pelukis (Janah) mencorat-coret pena di atas kanvas, menghasilkan sebuah pola gambar yang tak beraturan.

Sejenak, ia mengernyitkan dahi dan dengan mata melotot, ia merobek-robek hasil lukisannya.

"Lukisan apa ini !, lukisan anjing, lukisan babi," bentaknya. "Bosan, aku dengan hidup ini. Percuma, hidup terus menerus menjadi pelukis," keluhnya.

Kemudian, seorang pelukis lainnya (Rio) menyemangatinya untuk terus melukis walaupun sedang berada di titik nadir.

"Sabar !, teruslah melukis !, lukiskanlah kegelisahanmu ke dalam kanvas ini," kata pelukis tua itu.

Sepenggal dialog dari teater cinta lakon "Al-Jabar" karya Zak Sorga yang digelar di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta pada Senin (3/12).

Sutradara Andriswijatno ingin menceritakan kehidupan dua orang pelukis yang mencapai titik frustasi dalam hidupnya.

Kondisi yang dipicu oleh keputusasaan menghadapi beban hidup yang terasa berat.

"Mereka adalah pelukis realis yang sedang mencari warna baru karena terjebak di lembah kejenuhan," katanya.

Andriswijatno menggambarkan lakon itu mencoba menggambarkan kondisi sosial saat ini, dua orang pelukis yang diperankan Rio dan Janah mencoba mewakili masyarakat pada umumnya yang kerap menjadi tidak berdaya menghadapi kerasnya persaingan hidup dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Mereka harus terus berusaha untuk hidup dengan mengerahkan kemampuan terbaiknya dan putus asa bukanlah jalan yang tepat karena tidak akan memberikan hasil apa-apa.

Uniknya, teater yang berdurasi 85 menit hanya diperankan dua orang saja di tengah ruang keluarga yang penuh dengan gambar lukisan.

Mereka dapat menghapal naskah yang panjang dengan penokohan yang matang. Teater cinta lakon "Al-Jabar" merupakan rentetan acara Festival Teater Jakarta yang berlangsung dari 26 November - 13 Desember 2012 di Taman Ismali Marzuki.

(adm)

Pewarta: Adam Rizallulhaq
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012