... akan memastikan upaya dan dukungan Yordania kepada rakyat Palestina... "
Ramallah (ANTARA News) - Raja Yordania, Abdullah II, dijadualkan tiba di Ramallah, Kamis, pada kunjungan pertamanya sejak Palestina mendapat pengakuan PBB sebagai negara bukan anggota. Inilah kunjungan pemimpin negara tertinggi ke Palestina sejak momen bersejarah itu. 

Kantor berita Perancis, AFP, Selasa, mengutip pernyataan Penasehat Politik Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, Nimr Hammad, "Raja Abdullah akan mengunjungi negara Palestina pada lusa, Kamis, dalam kunjungan pertama pejabat puncak ke negara Palestina setelah kami diakui PBB."

"Kunjungan itu akan memastikan upaya dan dukungan Yordania kepada rakyat Palestina dan kepemimpinan mereka," tambah Hammad.

Sebelumnya, pejabat tinggi pemerintah Yordania memastikan raja itu merencanakan perjalanan ke Tepi Barat, tanpa menyebutkan tanggalnya.

Komposisi suara pro peningkatan status Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB adalah 138 lawan sembilan, sementara 42 negara abstain. Israel dan Amerika Serikat jelas masuk barisan yang kontra bersama tujuh negara lain. 

Di Ramallah, Raja Abdullah II dijadualkan akan berdialog dengan Abbas. Minggu lalu, Abbas dan Raja Abdullah II bertemu di Amman, ibukota Yordania.

Dalam hubungan bilateralnya, Yordania menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel pada 1994.

Palestina tahun lalu mencoba meyakinkan seluruh negara anggota PBB untuk meningkatkan status negaranya, dari entitas menjadi negara pengamat non anggota. Namun saat itu mereka gagal.  

Walau upaya mendapat pengakuan penuh sebagai negara merdeka dan berdaulat di PBB secara de facto dan de jure masih panjang, namun langkah Palestina ke sana juga lebih ditentukan keadaan di dalam negara itu. 

Satu hal paling pokok adalah penyatuan faksi-faksi, di antaranya antara Fatah, Hamas, dan Hisbullah, yang sama-sama memiliki kekuatan bersenjata. Mereka saling mengklaim menjadi faksi pemimpin di negara di tepi Laut Mediterania yang sarat sejarah awal peradaban manusia itu. 

Hal pokok lain adalah penyelarasan konsep bertetangga dengan Israel; yang oleh banyak ahli Timur Tengah dipandang sebagai satu keniscayaan yang tidak mungkin tidak, harus dientaskan mereka berdua. Di sini campur tangan negara-negara dan pihak-pihak luar rawan mendominasi upaya itu. 

(B002/H-AK)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012