Depok (ANTARA) - Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dr Iwan Ariawan MSPH mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir dan jangan panik terhadap subvarian baru Arcturus.

“Dari hasil survei serologi yang sudah dilakukan Kemenkes RI dan FKM UI pada Januari 2023 didapatkan hasil bahwa hampir seluruh masyarakat Indonesia sudah memiliki
antibodi terhadap COVID-19 baik dari infeksi maupun vaksinasi,” ujar Iwan Ariawan di Kampus UI Depok, Rabu.

Ia menjelaskan, Arcturus atau XBB 1.16 ini merupakan subvarian baru dari Omicron yang penularannya cepat namun gejala yang ditimbulkan tidak terlalu berat dan tingkat fatalitasnya lebih rendah dibandingkan dengan varian sebelumnya seperti Delta.

Dari analisis kematian yang diakibatkan COVID-19, didapatkan bahwa seseorang yang sudah divaksin memiliki risiko kematian yang jauh lebih kecil terutama pada lansia.

“Jadi, vaksin ini sangat terlihat efeknya dan dari analisis yang kami lakukan, apapun vaksinnya hasilnya kurang lebih sama,” kata Iwan.

Baca juga: Kemenkes tingkatkan kewaspadaan antisipasi importasi Arcturus

Ia menambahkan, apabila seseorang melengkapi vaksinnya sampai booster kedua, maka antibodi pada tubuhnya menjadi lebih kuat dan risiko kematian menjadi lebih rendah.

Dengan jenis vaksin COVID-19 yang tersedia di Indonesia, menurut Iwan, dapat menangkal subvarian baru Arcturus, karena variannya masih sama, yaitu Omicron. Vaksin-vaksin yang ada di Indonesia sudah terbukti efektif untuk menghadapi varian Omicron dalam mencegah terjadinya sakit berat dan kematian.

Selain vaksin, ia menyampaikan bahwa pencegahan terbaik lainnya adalah tetap menerapkan protokol kesehatan dan harus memperhatikan kembali tempat di mana risiko penularan yang tinggi dan siapa saja yang berisiko sakit berat.

"Penularannya melalui droplet atau percikan air liur, sehingga tempat-tempat keramaian seperti di transportasi umum atau tempat serupa lainnya memiliki risiko penularan yang tinggi, sangat dianjurkan untuk menggunakan masker. Hal ini untuk mencegah Arcturus maupun varian lainnya," kata Iwan.

Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah orang-orang yang memiliki penyakit bawaan atau komorbid, karena jika orang tersebut terjangkit COVID-19 akan membuat penyakit bawaannya tersebut semakin parah.

Baca juga: Surveilans genomik digencarkan hingga kabupaten guna pantau Arcturus

Apabila seseorang sudah terkena dan dinyatakan positif COVID-19, Iwan mengatakan bahwa pertama kali yang bisa dilakukan adalah isolasi mandiri kurang lebih selama lima hari, jika penderita memiliki gejala yang ringan, bukan lansia, dan tidak ada komorbid.

Untuk pengobatannya, apabila penderita hanya mengalami gejala ringan, maka cukup istirahat dan isolasi mandiri. Namun, jika ingin meminum vitamin ataupun suplemen lainnya diperbolehkan.

"Berbeda jika penderitanya mempunyai gejala berat, komorbid, atau lansia maka harus diperiksa dan ditangani langsung oleh dokter untuk dilihat apakah penderita harus dirawat di rumah sakit atau bisa isolasi mandiri di rumah," kata Iwan.

Belum lama ini, ditemukan subvarian baru Arcturus di India, yang memicu lonjakan kasus COVID-19 secara signifikan. Subvarian ini telah menyebar ke negara lain, seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Baca juga: Kemenko PMK: varian COVID-19 Arcturus ingatkan masih perlunya prokes

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyampaikan bahwa sampai saat ini subvarian Arcturus belum terdeteksi di Indonesia, namun masyarakat diimbau untuk tetap menjaga protokol kesehatan.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023