Islamabad (ANTARA) - Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa akan bertemu dengan pemerintah Taliban di Kabul pada Rabu untuk 'mencari kejelasan' mengenai larangan yang membuat staf perempuan mereka  di Afghanistan timur tidak bisa bekerja.

Stephane Dujarric, juru bicara untuk sekretaris jenderal PBB mengatakan 'kolega kami di lapangan dalam misi PBB di Afghanistan (UNAMA) menerima perintah dari otoritas de facto yang melarang anggota staf nasional perempuan PBB untuk bekerja."

"Kami masih menunggu bagaimana perkembangan ini memengaruhi kegiatan kami di negara itu," kata dia, menurut transkrip yang diterbitkan PBB pada Selasa (4/4).

"Kami berharap untuk bertemu lebih lanjut dengan otoritas de facto besok (Rabu) di Kabul, kami berusaha mencari kejelasan," kata Dujarric, menambahkan.

Sebelumnya, UNAMA mengutuk larangan tersebut dan mengatakan tidak dapat beroperasi tanpa staf perempuan.

"Kami mengingatkan otoritas de facto bahwa organisasi PBB tidak dapat beroperasi dan memberikan bantuan penyelamatan jiwa tanpa bantuan staf perempuan," cuit UNAMA di Twitter.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengutuk aturan terbaru terhadap staf perempuan PBB dan mengatakan aturan tersebut akan berdampak pada kemampuan PBB dalam membantu orang-orang di Afghanistan.

"Saya mengutuk keras pelarangan terhadap kolega kami para perempuan Afghanistan di Provinsi Nangarhar, Afghanistan, untuk bekerja," tulis Guterres di Twitter. 

... Jika langkah ini tidak dibatalkan, pasti akan mengganggu kemampuan kami memberikan bantuan keselamatan jiwa bagi mereka yang membutuhkan," ujarnya.

Pemerintah Taliban belum memberikan perincian mengenai tindakan otoritas setempat di Nangarhar, provinsi yang berbatasan dengan Pakistan.

Namun, perkembangan terbaru datang hanya kurang dari tiga bulan setelah tiga badan bantuan internasional, yaitu CARE, Save the Children, dan Komisi Penyelamatan Internasional (IRC) mengumumkan pada Januari untuk kembali meneruskan sebagian aktivitas mereka di Afghanistan. 

Aktivitas kembali mereka jalankan setelah pemerintah Taliban menjamin akan mengizinkan staf perempuan melakukan pekerjaan mereka.

Ketiga badan tersebut sebelumnya menangguhkan operasi pada Desember tahun lalu setelah Taliban melarang perempuan bekerja di organisasi lokal maupun internasional.

Kembalinya kekuasaan Taliban, diikuti dengan kekacauan bantuan keuangan internasional, membuat negara yang hancur akibat perang itu mengalami krisis ekonomi, kemanusiaan, dan hak asasi.

Perempuan dan anak perempuan telah dicabut haknya, termasuk untuk mendapat pendidikan, dan mereka hilang dari kehidupan publik.

Ribuan perempuan kehilangan pekerjaan sejak saat itu, atau dipaksa mengundurkan diri dari institusi pemerintah dan sektor swasta.

Anak-anak perempuan dilarang mengikuti pendidikan di sekolah menengah dan atas.

Banyak perempuan menuntut hak mereka dikembalikan dengan turun ke jalan, memprotes, dan menyelenggarakan kampanye pemenuhan hak. 


Sumber: Anadolu
 

Tangguhkan pendidikan anak perempuan, Taliban panen kecaman

Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023