Yogyakarta (ANTARA) - Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Indra Furqon mengingatkan seluruh tenaga pengajar tidak justru merusak pendidikan di Indonesia dengan menerima gratifikasi maupun suap.

"Kalau kita sebagai tenaga pendidik, tenaga pengajar melanggar Undang-Undang, misalnya, menerima gratifikasi, menerima suap alangkah rusak nya pendidikan negeri ini dan kita enggak berhasil atau gagal menyiapkan generasi yang punya integritas di masa yang akan datang," kata Indra usai memberikan sosialisasi Anti Gratifikasi dan Benturan Kepentingan di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, untuk menyiapkan generasi yang berintegritas serta mampu membangun peradaban membutuhkan role model pengajar yang bebas dari gratifikasi.

Indra menyebut gratifikasi telah menyasar pegawai hampir di semua sektor, tak terkecuali pendidikan baik yang berstatus negeri maupun swasta sehingga dibutuhkan upaya pencegahan yang masif.

Indra menilai masih banyaknya pegawai atau tenaga pendidik yang tak segan menerima gratifikasi lantaran salah kaprah menganggapnya sebagai bagian tradisi atau budaya saling memberi di Indonesia.

"Tradisi Indonesia itu adalah ketika kita saling memberi hadiah sesama warga masyarakat, sesama tetangga, misal, ada tetangga butuh bantuan kita kasih uang. Tapi, kalau kita datang ke kantor, datang ke vendor, datang ke mahasiswa, datang ke orang tua murid ngasih itu bukan budaya Indonesia, itu budaya gratifikasi," kata dia.

Baca juga: KPK: Rafael terima gratifikasi via perusahaan konsultan pajak

Baca juga: Anggota DPR RI hingga Bupati jadi saksi sidang lanjutan suap PMB Unila


Selain itu, ia menilai masih banyak pegawai negeri atau ASN yang menganggap gratifikasi sebagai hal wajar dengan dalih sebagai "uang capek", "uang cuma-cuma", "uang sedekah", atau "uang takjil".

"Maka penting sekali seluruh ASN tidak hanya dari kalangan pendidik. Kami hadir di sini di kalangan pendidikan, makan lebih penting lagi karena pendidikan itu mulia sekali," ucap dia.

Meski tidak menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara, menurut Indra, gratifikasi berbahaya bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Ia mencontohkan dengan menerima gratifikasi maka tenaga pengajar akan memiliki kecenderungan serta menghadapi dilema etika dalam menentukan kelulusan peserta didiknya.

"Dapat nih hadiah dari mahasiswa, atau dari orang tua mahasiswa maka dia akan punya kecenderungan. Dia terganggu dilema etik-nya untuk meluluskan atau tidak meluluskan anak didiknya, dia akan terganggu dengan tanam budi yang ditanam oleh orang-orang yang memberikan gratifikasi itu," tutur dia.

Baca juga: Jaksa KPK ungkap alasan dosen Unila setor uang ke Karomani

Dalam kegiatan yang diikuti seluruh pegawai LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta serta 100 orang unsur pimpinan perguruan tinggi swasta di lingkungan lembaga itu, Indra Furqon menyosialisasikan pencegahan gratifikasi dari perspektif logika, etika, agama, dan hukum.

"Kami berharap semua paham dan sepakat bahwa tidak akan ada gratifikasi maupun korupsi di lingkungan LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta," ujar Kepala LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta Prof. Aris Junaidi.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023