Jakarta (ANTARA) - Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan bahwa peran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan belum optimal terkait dengan penanganan pascakerusuhan Wamena.

“Pascakerusuhan, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan telah melakukan berbagai upaya dengan fokus utama pada pemulihan kondisi keamanan dan penanganan terhadap korban meninggal dunia dan luka-luka,” ujar Uli dalam konferensi pers “Penyampaian Laporan Pemantauan Peristiwa Kerusuhan Wamena pada 23 Februari 2023”, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis.

Akan tetapi, Komnas HAM memandang bahwa upaya tersebut belum optimal, terutama upaya rekonsiliasi antarkelompok warga demi menjamin keberlangsungan hidup bersama yang lebih damai dan harmonis.

Oleh karena itu, Komnas HAM meminta kepada pemerintah daerah Papua untuk berperan aktif dalam melakukan sosialisasi, diseminasi tentang pendidikan hukum bagi masyarakat, dan mendorong adanya rekonsiliasi antarwarga demi keberlangsungan hidup bersama yang damai dan harmonis.

Baca juga: Kemensos beri bantuan ke pengungsi kerusuhan di Wamena
Baca juga: Wapres minta penanganan kerusuhan tidak timbulkan korban jiwa


Komnas HAM meminta Pemerintah RI untuk mencari solusi atas akar masalah di Papua, khususnya di Wamena, dan selanjutnya mengupayakan penyelesaian permasalahan tersebut sebagai bagian dari solusi untuk perbaikan kondisi HAM yang lebih baik.

“Akar masalahnya adalah sentimen sosial dan ekonomi antara orang asli Papua dengan pendatang. Ini sebenarnya salah satu akar dari permasalahan Wamena,” kata Uli.

Uli mengungkapkan ada keterangan yang menyatakan bahwa penawaran dan penjualan barang dagangan oleh warga pendatang dengan cara keliling dipandang mematikan usaha mikro milik masyarakat asli Papua.

Oleh karena itu, Komnas HAM menyimpulkan bahwa latar belakang penyebab kerusuhan di Wamena tidak hanya dipicu oleh adanya disinformasi penculikan anak semata, tetapi juga berhubungan dengan sentimen antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat pendatang.

“Adanya aksi dari sekelompok masyarakat asli Papua di Kota Wamena yang menuntut Pemda Jayawijaya memberlakukan affirmative action, dengan cara misalnya, profesi ojek, becak dan sopir taksi di Wamena hanya diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua,” tutur Uli.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023