Jayapura (ANTARA News) - Kepala sekretariat Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (HAM) Perwakilan Papua, Frits B. Ramandey, pada peringatan HAM Internasional yang jatuh pada Senin (10/12) menyebutkan, upaya memberikan perlindungan dan penegakkan HAM tidak dapat dilakukan hanya dengan pemantauan dan penindakan, tetapi lebih penting adalah pendidikan dan pemasyarakatan.

Ramandey dalam sebuah pernyataan di Jayapura, Senin, mengatakan pendidikan dan pemasyarakatan masalah HAM diperlukan untuk memperluas basis sosial bagi tumbuhnya kesadaran HAM, yakni kesadaran untuk menghargai manusia dan kemanusiaan sebagai wujud karakter bangsa.

"Dengan demikian, pemahaman dan kesadaran sosial mengenai HAM dapat segera ditingkatkan sebagai basis sosial yuang penting dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM," kata Ramandey.

Dia mengatakan, peringatan hari HAM Internasional ke-64 dilakukan serentak di seluruh dunia, termasuk Papua, guna menandai keberhasilan perjuangan semua pihak untuk menghormati HAM itu sendiri, tanpa ada sekat atas status dan identitas sosial di masyarakat.

Ketika menyinggung mengenai tema peringatan HAM 2012 yang diangkat oleh Dewan HAM PBB, yakni "korporasi dan HAM", Ramandey mengatakan, tema tersebut menyerukan agar kepentingan korporasi harus menjadikan HAM sebagai spirit penting dalam menjalankan aktivitas korporat di berbagai belahan dunia.

Sementara tema nasional "kewajiban negara dalam mewujudkan keberagaman", lanjut dia, menyiratkan desakan agar pemerintah memberikan rasa aman kepada berbagai kelompok masyarakat, terutama kaum minoritas. Dia menyebut sejumlah kasus pengekangan kebebasan beragama di sejumlah tempat, sebagai persoalan HAM yang harus mendapat perhatian pemerintah.

Ramandey lebih lanjut mengatakan, di tingkat Papua, pihaknya mengangkat tema "jadikan HAM tanda solidaritas sosial", sebagai suatu refleksi atas perjuangan promosi, penegakkan dan pemajuan HAM di Tanah Papua. "Bahwa dalam prakteknya, masih saja terjadi banyak dugaan pelanggaran HAM, tentu adalah suatu fakta yang harus diperjuangkan oleh kita bersama," tambah dia.

Menurutnya, dalam konteks Indonesia, sudah ada UU No:39/1999 tentang HAM dan UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, memperlihatkan bahwa negara telah memiliki kemauan politik bagi pemajuan HAM, tetapi juga patut mempertanyakan penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM di masa lalu.

Berkaitan dengan apa yang disebutnya sebagai pelanggaran HAM masa lalu tersebut, Ramandey juga memaparkan banyak operasi yang dilakukan rezim yang berkuasa pascapelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua yang diduga menimbulkan pelanggaran HAM seperti hak-hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, budaya serta hak hidup.

Dia juga menyerukan kepada korporasi multinasional yang beroperasi di wilayah Papua, untuk mengakomodasi hak-hak masyarakat lokal, menghargai identital lokal, menghindari konflik agraria, memperhatikan aspek pemberdayaan, pelestarian lingkungan, menghindari konflik dengan warga, membantu pendidikan, kebudayaan dan hal-hal yang berkaitan dengan HAM.
(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012