Hongkong (ANTARA News) - Para awak Cathay Pacific akan menghentikan menyajikan minuman beralkohol dan tersenyum kepada penumpang sebagai buah dari perselisihan mengenai tingkat upah antara karyawan dan perusahaan, demikian serikat pekerja maskapai penerbangan ini seperti dikutip AFP, Selasa.

Serikat Pramugari/Pramugara Cathay Pacific Airways menuntut kenaikan lima persen gaji, seraya mengancam akan bekerja menurut standar minimal (work to rule) yang bisa mengacaukan jadwal penerbangan maskapai ini.

"Kami akan selektif dalam memberikan layanan," kata Sekretatis Jenderal serikat itu Tsang Kwok-fung kepada AFP, seraya menyatakan bentuk dan masa berlakunya aksi telah diputuskan Senin kemarin.

"Ini akan termasuk tidak tersenyum kepada penumpang, tidak menyajikan jenis-jenis minuman tertentu, seperti alkohol, atau berhenti menyajikan daging," katanya.

"Singkatnya, penumpang tetap akan sampai di tujuannya kecuali mereka membayar harga (kelas) bintang lima untuk mendapatkan layanan bintang tiga," kata Tsang.

"Work-to-rule" (istilah populer Indonesia; bekerja sesuai argo) adalah bentuk tindakan industrial di mana karyawan bekerja berdasarkan standard minimal ketentuan kontrak kerja.

"Kami akan mengikuti aturan dengan ketat, seperti membongkar koper-koper yang kelebihan muat, dan ini akan memperlambat atau bahkan menunda keberangkanan penerbangan," kata Tsang.

Protes ini merebak setelah bulan lalu manajemen Cathay menaikkan gaji karyawan sebesar dua persen pada 2013.  Angka ini di bawah tuntutan serikat pekerja.

Senin kemarin serikat pekerja beranggotan 6.000 orang ini menggelar pertemuan khusus untuk menuntut manajemen guna melanjutkan negosiasi atau menghadapi ancaman aksi selama Natal, bahkan selama libur tahun baru.

Cathay mendesak serikat pekerja untuk menarik ancamannya itu sebelum memulai lagi negosiasi, dan meminta karyawan mempertimbangkan dan memahami situasi silut yang lagi dihadapi maskapan ini.

Maskapai ini mencoba memangkas beban operasionalnya setelah kinerjanya jatuh pada semester pertama tahun ini dengan menderita rugi 121 juta dolar AS, sebagian karena mahalnya BBM. (*)

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012