Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM mengatakan lingkungan dan gaya hidup menjadi faktor risiko kanker kolorektal yang menyerang jaringan usus besar (kolon) dan usus paling bawah sampai anus (rektum).

"95 persen dari faktor risiko itu ada di lingkungan, kebiasaan, serta gaya hidup kita, dan terutama pada kanker kolorektal adalah bahan-bahan (makanan) yang dimasukkan ke dalam usus kita," kata Aru itu saat diskusi daring, Rabu.

Menurut Aru, saat ini gaya hidup masyarakat Indonesia sudah hampir sama dengan gaya hidup masyarakat negara maju, terlihat dari berkurangnya rempah-rempah dan serat yang dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Padahal, serat serta rempah-rempah seperti jahe dan kunyit dapat mengurangi risiko kanker di usus besar.

Mengonsumsi makanan tinggi lemak termasuk daging merah secara berlebihan serta kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol juga juga dapat menjadi penyebab kanker kolorektal.

Baca juga: Kena diare kronik dan berdarah perlu curiga kanker kolorektal

Gejala kanker kolorektal menurut Aru di antaranya nyeri pada perut, berat badan turun, merasa lemah berlebihan, buang air besar berdarah, dan adanya perubahan pola buang air besar.

"Perubahan pola buang air besar ini yang kadang-kadang terjadi sebelum ada gejala-gejala lainnya," ujar Aru.

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan saat ini kasus kanker kolorektal naik dengan amat pesat, termasuk di kalangan usia muda karena gaya hidup yang tidak sehat. Kanker kolorektal juga menyerang usia muda di Amerika Serikat, kata Aru, sehingga batas usia skrining turun dari 50 tahun menjadi 45 tahun.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa kanker kolorektal menempati peringkat keempat dari total kasus kanker di Indonesia pada2018. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, kanker kolorektal merupakan dua besar kasus kanker yang paling banyak menyerang pria dengan tingkat insidensi 15,9 per 100.000 orang dan tingkat kematian 10,8 per 100.000 kasus.

Masalahnya, kata Aru, 70 persen dari pasien kanker kolorektal baru berkonsultasi ke dokter ketika mereka sudah memasuki stadium tiga bahkan empat.

Padahal, penanganan kanker kolorektal akan semakin mudah dan efektif jika ditemukan lebih awal melalui deteksi dini, di antaranya dengan metode pemeriksaan kondisi anus, DNA feses, kadar CEA dalam darah, tes darah samar pada feses, dan penapis tumor M2-PK dari feses.

Baca juga: "Mager" bisa picu kanker kolorektal di usia muda

Baca juga: Yogurt bantu cegah kanker usus besar

Baca juga: Kanker kolorektal bisa dicegah dengan konsumsi ini

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023