Jakarta (ANTARA) - Head of Economic Opportunities Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya mengingatkan pentingnya pembenahan kualitas jaringan pita lebar (fixed broadband) untuk meningkatkan pelayanan publik.

Menurut dia, saat ini pembenahan maupun perbaikan kualitas jaringan pita lebar tersebut masih membutuhkan biaya rolling out yang tinggi, tidak efisien dan tidak jarang masih mengganggu kepentingan umum.

"Misalnya, sering sekali ada galian baru. Hari ini fiber optic-nya perusahaan A, besok ada fiber optic dari perusahan lainnya. Biayanya tinggi dan menimbulkan kerugian seperti kemacetan," kata Trissia dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, optimalisasi kualitas jaringan pita lebar untuk sekolah, rumah sakit dan kantor pemerintah membutuhkan kebijakan infrastructure sharing agar pembenahan dapat lebih efisien dengan penyediaan kabel dan fiber optic yang memadai.

"Pemerintah cukup menyediakan satu kabel dan disewakan kepada pihak swasta. Yang terjadi saat ini adalah setiap perusahaan penyedia fixed broadband harus membangun jaringan kabel dan fiber optic sendiri. Untuk itu, solusinya adalah lewat shared infrastructure," ujarnya.

Baca juga: Indonesia buka peluang investasi teknologi pita lebar

Kebijakan infrastructure sharing merupakan kemitraan yang melibatkan beberapa pihak dalam pembangunan infrastruktur. Dalam sektor telekomunikasi, contohnya adalah pembangunan tower, yang komponen maupun pembiayaannya dapat ditanggung oleh beberapa operator.

Lulusan Ritsumeikan University Jepang ini memastikan pembenahan kualitas jaringan ini dapat berdampak dengan peningkatan sumber daya manusia pada literasi digital, inklusi digital dan inklusi keuangan dalam pemanfaatan berbagai inovasi layanan.

"Infrastruktur digital juga harus dimanfaatkan secara optimal dengan tata kelola yang berlandaskan pada asas berkelanjutan dan pemerataan pembangunan," katanya.

Dari sisi regulasi, ia juga mengharapkan adanya penentuan pembaruan fokus dan prioritas, melalui revisi Roadmap Broadband 2015-2019, agar terdapat penguatan manfaat maupun optimalisasi dari konektivitas digital yang sesuai dengan perkembangan terkini.

Sebelumnya, laporan Ookla pada Februari 2023 menyatakan internet fixed broadband Indonesia berada di peringkat 120 dengan 26,38 Mbps. Capaian ini menjadikan Indonesia jadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan kecepatan internet paling lambat.

Baca juga: Telkom segera integrasikan IndiHome ke Telkomsel
 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023