Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membahas tiga isu utama kependudukan yang sedang dihadapi di Indonesia, ketika hadir di pertemuan tahunan PBB yang digelar di New York, Amerika Serikat pada 10-14 April 2023.

“Untuk mencapai hasil pendidikan yang berkualitas, kesehatan, gizi dan kesejahteraan peserta didik juga harus dijamin. Dengan pemahaman tersebut, Pemerintah Indonesia kini fokus pada upaya memerangi stunting,” kata Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Rizal M. Damanik saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Dalam pertemuan tahunan Commission on Population and Development (CPD) sesi ke-56 itu, isu pertama yang Damanik bahas adalah terkait pertumbuhan penduduk yang ditargetkan sebesar satu persen per tahun.

Damanik menuturkan kondisi laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 1971-2022 menurun dari 2,3 menjadi 1,1. Penurunan tersebut telah membawa peningkatan yang signifikan terhadap taraf hidup masyarakat dan keluarga di Indonesia.

Hanya saja, diperlukan upaya berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan penduduk yang didukung dengan advokasi dan prakarsa pendidikan yang tepat, memadai, dan kuat. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan penduduk tahunan menjadi satu persen per tahun, dan mempertahankan Angka Kelahiran Total (TFR) sebesar 2,1 di tingkat nasional.

Salah satu upaya yang diperkenalkan adalah program Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) untuk memastikan pemahaman yang lebih besar tentang pentingnya keluarga di tingkat lokal. Sejak bulan Mei 2022 hingga kini, ia membeberkan sudah ada lebih dari 22.000 desa di seluruh Indonesia telah mengikuti program Kampung KB.

Isu kedua yakni terkait meningkatkan kualitas pendidikan bagi penduduk Indonesia, agar kehidupan sosial-ekonomi masyarakat meningkatkan. Damanik menjelaskan pemerintah berusaha dengan mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan, yang digunakan untuk menjamin sarana dan prasarana untuk pendidikan berkualitas.

Dengan fokus khusus pada daerah terpencil dan pedesaan, penguatan kapasitas guru, termasuk dalam pembelajaran digital dan transformasi digital dalam pembelajaran publik. Dengan tujuan untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Baca juga: BKKBN minta pemda tak abaikan 1.000 HPK sebagai penentu anak stunting

“Pada 2022 di tengah pandemi COVID-19, angka penyelesaian sekolah terus meningkat di Indonesia. Hal ini terutama tercermin di sekolah dasar, di mana tingkat penyelesaian meningkat dari 96 persen pada tahun 2020 menjadi 97,8 persen pada 2022,” katanya.

Sementara isu ketiga membahas pertimbangan atas berbagai faktor penentu untuk memastikan hasil pendidikan yang optimal termasuk menurunkan prevalensi stunting.

Kepada PBB Damanik menjelaskan, data milik BKKBN menunjukkan hampir 30 persen anak Indonesia di bawah usia lima tahun menghadapi risiko stunting. Sejumlah strategi yang sudah dilakukan misalnya peningkatan akses terhadap makanan bergizi serta penyadaran akan pentingnya pelayanan gizi dan pengasuhan anak.

“Hasilnya, pada tahun 2022, Indonesia berhasil menurunkan angka prevalensi stunting secara signifikan menjadi 21,6 persen dari 24,4 persen pada tahun sebelumnya,” ujarnya.

Hal lain yang disampaikan adalah pentingnya data sebagai evidence based, dan upaya Pemerintah Indonesia dalam membangun satu single data, kemudian memastikan pembiayaan program kependudukan, pembangunan dan KB di Indonesia melalui Dana Aplikasi Khusus (DAK), Advokasi dan Komunikasi perubahan prilaku melalui program KIE.

Baca juga: BKKBN minta kepala desa gunakan maksimal 4 pendanaan atasi "stunting"
Baca juga: Perhatikan ibu hamil karena potensi keguguran lebih besar saat mudik

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023