Bagi bank yang tidak cukup prudent, kami akan mengenakan premi yang cukup tinggi."
Surabaya (ANTARA News) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meyakini penerapan sistem premi diferensial pada masa mendatang dapat meningkatkan kehati-hatian kalangan perbankan dalam menjaga kinerjanya.

Kepala Eksekutif LPS, Mirza Adityaswara, menjelaskan, kebijakan baru tersebut kian memacu performa pelaku perbankan terutama untuk melakukan merger antarbank kecil.

"Dukungan terhadap merger antarbank skala kecil mampu memperkuat permodalan mereka," katanya usai Diskusi Ekonomi "Outlook 2013", di Surabaya, Senin.

Ketika merger itu terealisasi, ungkap dia, perbankan skala kecil semakin menunjukkan kinerja mereka yang selalu mengutamakan aspek kehati-hatian sehingga LPS dapat memberlakukan premi kecil untuk besaran simpanannya.

"Bagi bank yang tidak cukup prudent, kami akan mengenakan premi yang cukup tinggi," ujarnya.

Saat ini, ia menyatakan, sistem premi diferensial sedang dibahas di kalangan internal LPS. Lalu, pada tahun 2013 kebijakan tersebut akan dilimpahkan kepada pemerintah untuk diuji oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Kemudian, sebelum diaplikasikan sebagai peraturan baru maka kebijakan baru itu akan diujicoba oleh pelaku industri perbankan," katanya.

Walau demikian, tambah dia, kini LPS hanya mengenakan sistem premi simpanan secara flat kepada seluruh bank sebesar 0,2 persen dari jumlah simpanan dana pihak ketiga (DPK). Dengan sistem premi diferensial, ke depan ada perbedaan maksimal sebesar 0,5 persen antara premi yang ditetapkan pada bank dengan kategori terbaik hingga yang terburuk.

"Aturan tersebut, hanya akan diterapkan pada bank umum sedangkan pada BPR justru diterapkan aturan sistem premi simpanan `flat`," katanya.

Sementara itu, lanjut dia, sampai sekarang "capital adequacy ratio" perbankan di Indonesia mencapai 17 persen dan tingkat kredit macet "NPL" masih di bawah 3 persen. Kondisi itu dinilainya cukup positif mengingat suku bunga rendah dan perekonomian kian membaik.

"Terkait `Return On Asset` perbankan Indonesia juga terkatogori tinggi," katanya.

Bahkan, ia memprediksi, pertumbuhan kredit pada akhir tahun ini mencapai 23,96 persen, DPK tumbuh 19,56 persen, dan proyeksi rasio NPL (gross) sekitar 2,17 persen.

"Walau estimasi itu bisa dikatakan bagus, situasi perbankan di Indonesia harus tetap diwaspadai untuk menghindari kegagalan bank yang dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional," harapnya. (ANT165/B012)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012