Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan akurasi pengukuran tumbuh kembang tiap bayi membutuhkan sebuah alat ukur dengan standar yang sama di semua daerah.

“Saya berharap dalam upaya percepatan penurunan stunting, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi dapat melakukan intervensi dari hulu ke hilir,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan intervensi strategis percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem harus berdasarkan data yang akurat.

Akurasi pengukuran bayi stunting di setiap daerah pada 2023 bisa dilakukan di puskesmas dan posyandu yang telah memiliki USG dan alat antropometri sesuai dengan standar untuk menyajikan data akurat prevalensi stunting di tiap daerah.

Akurasi data, katanya, akan semakin membaik bila pemerintah daerah (pemda) memfasilitasi para kader melalui pelatihan penguasaan teknik pengukuran, termasuk para dokter yang belum paham USG.

Nopian menyatakan pelatihan yang dilakukan secara besar-besaran  segera terealisasi dalam rangka mengupayakan penyajian hasil uji e-PPGBM yang tepat.

Baca juga: Menko PMK minta pemda lakukan pendataan kepemilikan antropometri
Baca juga: Ikhtiar antropometri berstandar dan kritikan Presiden


“Menko PMK juga meminta pemda untuk mengusulkan pemenuhan sanitasi dan air bersih melalui Menteri PUPR pada tahap 2  tahun 2023 bagi daerah-daerah yang membutuhkan, dalam rangka penanganan intervensi sensitif risiko tinggi stunting, serta mengusulkan daerah-daerah kantong kemiskinan untuk upaya bantuan rumah layak huni bagi keluarga risiko tinggi stunting,” ujarnya.

Tidak hanya pengukuran bayi, Nopian menilai salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu gerakan pencegahan melalui pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah bagi calon pengantin dengan memasukannya ke aplikasi Elsimil.

Misalnya, kata dia, seperti data hasil pemeriksaan kesehatan calon pengantin di Jambi yang sudah berhasil dikumpulkan lewat bantuan 7.662 Tim Pendamping Keluarga (TPK).

Terdata dari 919.705 keluarga risiko tinggi stunting di Jambi terdapat 12,26 persen keluarga yang memiliki rumah tidak layak huni, 9,8 persen keluarga yang tidak memiliki akses air minum yang layak, dan 8,4 persen diantaranya tidak memiliki jamban yang tidak layak.

“Dari pengumpulan data juga bisa didapati bahwa angka prevalensi stunting Provinsi Jambi turun secara signifikan dari 22,4 persen pada 2021, menjadi 18 persen pada 2022 berdasarkan hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI),” ujarnya.

Baca juga: Menko PMK minta Pemprov Jambi tekan angka stunting jadi satu digit
Baca juga: Angka kasus stunting Jambi di bawah angka nasional


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023