Karachi, Pakistan (ANTARA) - Menjelang Idul Fitri, akhir dari bulan suci Ramadhan bagi umat Muslim, sejumlah wanita mengayuh mesin jahit, menghamparkan berbagai jahitan mereka untuk disusun menjadi gaun-gaun berwarna cerah untuk anak-anak di sebuah panti asuhan Pakistan.

Namun, meski waktu untuk menunjukkan kemurahan hati kian dekat, deraan krisis ekonomi memaksa orang-orang untuk berhemat, dan akhirnya banyak yang tidak bisa berdonasi untuk perayaan yang akan datang.

"Tahun ini tidak ada gaun dari luar," kata Laiba (16) saat diukur untuk bajunya. Dia tinggal di Karachi.

"Tetapi Bhabi membelikan kami kain yang belum dijahit, yang akan kami pakai setelah dijahit di sini," katanya menambahkan. Bhabi adalah panggilan untuk Saba Edhi, yang mengelola jaringan panti asuhan di negara itu.

"Bagus itu," kata Laiba. Dia adalah satu dari 30 penghuni rumah itu, yang menyatakan bahwa mereka senang mendapat sepatu dan baju baru meskipun biaya hidup semakin meningkat.

Edhi, yang membantu menjahitkan baju-baju itu, mengatakan bahwa dia harus merogoh tabungannya untuk membeli hadiah-hadiah Idul Fitri baru. Tahun ini, tidak ada donasi ataupun baju siap pakai yang mereka terima, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Kami membeli beberapa barang jadi dan kain tak dijahit, perhiasan, gelang, sepatu, dan barang-barang lainnya, memakai uang sendiri."

Krisis ekonomi mendorong inflasi yang sangat tinggi, sebesar 35% pada Maret, setelah nilai tukar rupee memburuk, pencabutan subsidi, dan tarif yang lebih tinggi. Makanan terkena imbas inflasi, naik lebih dari 47%.

"Lama kelamaan, kesulitan semakin meningkat," kata Faisal Edhi, filantropis yang mengepalai Edhi Foundation, badan amal terbesar di Pakistan. Yayasan itu mengelola panti-panti yang mengasuh lebih dari 8.000 anak.

Biasanya, tiap minggunya di lokasi-lokasi mereka di Karachi, mereka mendapatkan tiga truk yang memuat barang-barang donasi, seperti baju bekas, sepatu, dan barang lainnya. Namun, mereka hanya mendapatkan satu truk sekarang.

"Kami khawatir." kata Faisal Edhi. "Kami mencoba untuk mendapatkan donasi lebih banyak, tetapi orang-orang (berhemat), dan kita mendapatkan jauh lebih sedikit barang donasi sekarang."

Kini, cadangan devisa Pakistan hanya mampu untuk pembiayaan kurang dari sebulan. Pakistan menunggu $1,1 miliar (Rp 16,5 triliun) dari IMF yang tertunda sejak November karena perubahan kebijakan oleh pemberi pinjaman.

Jumlah tersebut termasuk dalam paket $6,5 miliar (Rp 97,4 triliun) yang disetujui pada 2019. Menurut para ahli, paket itu sangat penting agar negara dengan populasi 220 juta orang itu bisa memenuhi kewajiban pembayaran eksternal.

Meskipun Yayasannya menghadapi kesulitan yang semakin hebat, Faisal Edhi tidak takut.

"Kami akan berdiri bersama negara kami di saat-saat kesulitan seperti ini, dan kami akan mencoba memenuhi kebutuhan kami dengan sumber daya kami yang terbatas," ujarnya.

Sumber: Reuters
Baca juga: Pembuat sepatu tradisional Pakistan laris manis jelang Hari Raya
Baca juga: Dua orang tewas saat berebut bantuan makanan di Pakistan
Baca juga: Kaum profesional Pakistan berjuang keras hadapi lonjakan biaya hidup

Penerjemah: Mecca Yumna
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023