Beirut (ANTARA) - Krisis ekonomi dan keuangan Lebanon berdampak serius terhadap industri mode, perhiasan, dan seni di negara itu, kata para peserta pameran di Luxuria, sebuah pameran barang mewah di Beirut.

"Kami melihat penurunan 50 persen, bahkan mungkin lebih, pada produk-produk kami di pasar lokal sejak awal krisis pada 2019," kata Eman Tawil, pemilik toko perhiasan mewah bernama Diamantia.

Untuk mengatasi penurunan penjualan, Tawil harus memperluas bisnisnya ke negara-negara regional lainnya seperti Mesir, dan pasar-pasar yang lebih mapan seperti Kanada dan negara-negara Teluk melalui situs web daringnya.

Pameran ini berlangsung mulai Jumat (21/4) hingga Senin (24/4) di Phoenicia, sebuah hotel bintang lima di Beirut, memamerkan koleksi perhiasan, seni, dan mode terbaik dengan lebih dari 40 peserta pameran turut berpartisipasi.   

Situasi ini tidak lebih baik bagi Mariam Chamass, seorang dekorator dan pelukis. Dia mencatat penurunan permintaan lokal untuk lukisannya sebesar sekitar 40 persen dan kini bergantung pada segelintir permintaan daring dari pasar-pasar Teluk seperti Qatar, Dubai, dan Kuwait.

 
   Pameran ini berlangsung mulai Jumat (21/4) hingga Senin (24/4) di Phoenicia, sebuah hotel bintang lima di Beirut, memamerkan koleksi perhiasan, seni, dan mode terbaik dengan lebih dari 40 peserta pameran turut berpartisipasi.   Situasi ini tidak lebih baik bagi Mariam Chamass, seorang dekorator dan pelukis. Dia mencatat penurunan permintaan lokal untuk lukisannya sebesar sekitar 40 persen dan kini bergantung pada segelintir permintaan daring dari pasar-pasar Teluk seperti Qatar, Dubai, dan Kuwait.


"Kami memilih untuk memulai pameran kami pada Hari Raya Idul Fitri, ketika Lebanon menarik sejumlah besar pengunjung asing, yang dapat membantu pemulihan pasar barang mewah," kata Houssam Mokahal, manajer di M&O, pihak penyelenggara Luxuria, kepada Xinhua.

"Pameran ini adalah kesempatan besar bagi bisnis kami untuk menarik klien di tengah krisis saat ini," kata Lucie Dekermendjian Helou, pemilik Lucie By Luka Jewelry.

"Kami hanya melihat beberapa permintaan untuk barang-barang beranggaran rendah saat ini," katanya, seraya menambahkan bahwa hanya ada segelintir pelanggan asing yang mampu membeli barang-barang dengan harga di atas 2.000 dolar AS (1 dolar AS = Rp14.773).

Helou mengatakan dia membuka sebuah bengkel kerja enam bulan lalu terlepas dari krisis yang berlangsung, dengan keyakinan bahwa pasar akan pulih karena banyak warga Lebanon yang terdampak krisis keuangan cenderung memegang mata uang keras atau berinvestasi dalam bentuk perhiasan ketimbang membiarkan uang tunai di rekening giro mereka.
 
   Situasi ini tidak lebih baik bagi Mariam Chamass, seorang dekorator dan pelukis. Dia mencatat penurunan permintaan lokal untuk lukisannya sebesar sekitar 40 persen dan kini bergantung pada segelintir permintaan daring dari pasar-pasar Teluk seperti Qatar, Dubai, dan Kuwait.   Dania Tabbara, pemilik toko pakaian dan aksesori, mengatakan kepada Xinhua bahwa dia optimistis dengan bisnisnya karena pengunjung asal Lebanon dan asing menghargai kualitas tinggi yang dimiliki produk lokal.


"Saya berharap bisnis akan sedikit meningkat dengan kedatangan wisatawan selama liburan Idul Fitri ini," katanya kepada Xinhua.

Rana Doumani, yang juga berprofesi sebagai pelukis, mengatakan bahwa kondisi bisnis lima tahun lalu jauh lebih baik.

"Kami ingin masyarakat kami hidup kembali," katanya, seraya menambahkan bahwa arus pengunjung sejauh ini cukup menggembirakan.
 
   Dania Tabbara, pemilik toko pakaian dan aksesori, mengatakan kepada Xinhua bahwa dia optimistis dengan bisnisnya karena pengunjung asal Lebanon dan asing menghargai kualitas tinggi yang dimiliki produk lokal.   Lebanon sedang mengalami krisis keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyebabkan jatuhnya mata uang lokal dan devaluasi upah, menjerumuskan lebih dari 80 persen populasi ke dalam kemiskinan.  Selesai


Adnan Rammal, seorang perwakilan di Dewan Ekonomi dan Sosial Lebanon dan anggota Asosiasi Pedagang Beirut, mengatakan kepada Xinhua bahwa kelas menengah Lebanon pernah menjadi bagian penting dari pasar barang mewah lokal sebelum krisis.

"Saat ini, hanya 20 persen warga Lebanon yang memiliki daya beli yang baik, yang berdampak langsung terhadap pasar barang mewah," jelasnya.
 
   Lebanon sedang mengalami krisis keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyebabkan jatuhnya mata uang lokal dan devaluasi upah, menjerumuskan lebih dari 80 persen populasi ke dalam kemiskinan.  Selesa



 

Pewarta: Xinhua
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2023