Kami berharap dengan memaksimalkan peran polisi veterinary, Sumbar bisa menjadi contoh secara nasional, karena baru satu-satunya yang terbentuk di Indonesia," ujarnya.
Padang (ANTARA New) - Dinas Peternakan Sumatera Barat terus berupaya memperkuat peran polisi "veterinary" dalam upaya memaksimalkan pengawasan beredarnya daging oplosan beredar di pasaran daerah itu.

"Saat ini Sumbar sudah memiliki sebanyak 30 personel yang tersebar di Polres kabupaten dan kota, setelah membantu dalam pengawasan selama ini," kata Kepala Dinas Peternakan Sumbar, Edwardi, di Padang, Kamis.

Jadi, ke depan untuk lebih kuatnya peran polisi veterinary sudah dijadwalkan pertemuan rutin satu kali per triwulan dan sedang dipersiapkan nota kesepahaman antara Gubernur-Kapolda Sumbar.

Langkah ini, kata dia, sebagai upaya menyikapi harapan-harapan masyarakat yang masih terdengar keluhan tentang produk peternakan belum sesuai dengan standar aman, sehat, utuh dan halal (Asuh).

Namun, menyikapi hal itu, menurutnya tidak bisa dikendalikan oleh satu instansi saja, maka penting melibatkan berbagai lintasan sektoral termasuk kepolisian.

Jadi, dengan keterlibatan polisi veterinary pengawasan bukan saja dalam arus pasaran daging, tapi termasuk di Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada di kabupaten dan kota.

Oleh karena itu, tambah dia, pembentukan petugas sejak tiga tahun terakhir dapat meningkatkan pengawasan terhadap permasalahan yang ada.

Polisi veterinary sudah mendapat pembekalan secara teknis tentang pengawasan peredaran daging, sehingga dapat mengetahui pedagang-pedagang daging yang "nakal".

Tujuannya agar diperoleh adanya satu persepsi antara petugas dari instansi baik Disnak maupun Dinkes dengan aparat keamanan tersebut, jelasnya.

"Kami berharap dengan memaksimalkan peran polisi veterinary, Sumbar bisa menjadi contoh secara nasional, karena baru satu-satunya yang terbentuk di Indonesia," ujarnya.

Menurut dia, permasalahan dalam pengembangan bidang peternakan sampai pada produk turunannya masih ada, tapi tidak boleh menyerah dengan keadaan yang ada dan harus mencari jalan alternatif sebagai solusinya.

Misalnya saja, hasil inspeksi mendadak yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya ada ditemukan daging yang bercacing dan oplosan dicampur dengan daging ternak yang tidak halal, katanya.

Jadi, adanya keterlibatan aparat sehingga bagi pedagang yang telah melanggar ketentuan dan hukum, tentu dapat diberi tindakan kalau positif ditemukan.

"Tujuan ini tak lain, sebagai upaya untuk menjaga masyarakat dan memberikan pembinaan terhadap pedagang. Maka pihaknya akan menyurati kabupaten/kota untuk melakukan penertiban RPH di wilayah masing-masing," ujarnya.

Terkait, masih banyak adanya RPH yang masih jauh dari standar yang ditentukan, baik milik swasta maupun pemerintah, menurutnya perlu penertiban.

Meskipun, ada beberapa RPH milik swasta yang kualitas lebih baik dari milik pemerintah, tapi belum dilengkapi izin dari pemerintah daerah setempat, maka perlu ditertibkan.

Dalam pengembangan pembangunan sektor peternakan di Sumbar, kata dia, pihaknya sudah melakukan pembenahan sistem dan peningkatan sumber daya manusia, serta melengkapi sarana prasarana secara bertahap.

Pada 2012, Disnak Provinsi telah membantu pendirian RPH di Kota Padang, Kota Solok, Sawahlunto, Bukittinggi dan Dharmasraya. Kemudian bantuan mobil box untuk Kota Solok dan Padang Panjang.

(KR-SA/F002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2012