Kabupaten Bogor (ANTARA) - Suka cita suasana hari raya Lebaran 1444 Hijriah berubah menjadi duka di Desa Sadeng, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, saat aliran Sungai Cinanggung meluap dan menyebabkan banjir bandang.

E'em, nenek berusia 72 tahun, sore itu masih menikmati hidangan kue Lebaran di rumahnya sambil menunggu anak dan cucunya pulang dari bersilaturahmi ke rumah sanak saudara.

Pada H+2 Lebaran atau Senin (24/4) itu, E'em memilih tak ikut bersafari mengingat kondisi fisiknya yang sudah renta. Ia kesulitan berjalan dan indera pendengarannya pun sudah terganggu.

Namun, peristiwa tak biasa terjadi saat ia seorang diri di rumah. Hujan deras yang mengguyur sejak pukul 17.00 WIB, membuat rumahnya yang berdiri di tepi sungai terendam luapan air berbarengan dengan kumandang azan Magrib.

Genangan air yang biasa terjadi di Desa Sadeng semata kaki, kali ini terus naik hingga setinggi dagu orang dewasa atau lebih dari 1,5 meter.

Nenek E'em terjebak di dalam rumah saat tetangganya sibuk menyelamatkan diri mencari lokasi yang tak terdampak banjir.

Setelah sekitar 30 menit terendam air dalam rumah, pertolongan pun datang dari cucunya yang tempat tinggalnya tak jauh dari rumah E'em. Ia lalu dievakuasi oleh cucunya melalui jendela karena pintu rumahnya rusak kemasukan material banjir.

E'em berhasil diselamatkan, namun tak sedikit peralatan rumah, bahkan makanan dan kue Lebaran yang sedang ia nikmati ikut terseret arus Sungai Cinanggung.

Pemerintah Kabupaten Bogor mencatat sebanyak 1.001 jiwa di Desa Sadeng, Leuwisadeng, terdampak banjir bandang luapan aliran air Sungai Cinanggung. Beruntung tak ada satu pun korban jiwa.

Sebanyak 1.001 jiwa tersebut terdiri dari 316 keluarga yang kediamannya terkena banjir bandang pada Senin (24/4) malam. Mereka yang terdampak berada di Kampung Paku RT01, 02, 03, 04 RW04, RT02, 03, 04 RW03 dan Kampung Cikadu RT01, 02, 03 RW03.

Sebagian korban terdampak diungsikan sementara ke Masjid Baiturrahmah, tidak jauh dari lokasi banjir bandang. Banyak warga masyarakat membersihkan sendiri rumahnya dari endapan lumpur serta membersihkan barang-barang milik mereka.

Pemerintah Kabupaten Bogor berwacana akan memberikan uang sewa rumah senilai Rp500 ribu kepada warga yang rumahnya rusak berat. Hasil pengecekan lapangan, terdapat delapan rumah mengalami rusak berat.

Banjir bandang dari Sungai Cinanggung itu diduga akibat penyempitan aliran kali, ditambah adanya balok melintang yang menyebabkan banyak sampah tersangkut hingga kian menghambat aliran air di sungai tersebut.

Penyempitan aliran kali juga disebabkan banyaknya rumah warga yang dibangun hingga ke tepian sungai. Maka, Pemerintah Kabupaten Bogor pun akan menertibkan bangunan-bangunan itu.


Bogor "dikepung" bencana

Pada H+2 Lebaran atau Senin (24/4), bencana alam tak hanya terjadi di Desa Sadeng, Leuwisadeng, tapi juga terjadi di 14 desa lainnya di Kabupaten Bogor dengan peristiwa beragam.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat, peristiwa banjir terjadi di enam desa lainnya, yakni Desa Kalongliud Kecamatan Nanggung, Desa Harkatjaya Kecamatan Sukajaya, Desa Bojong Kecamatan Tenjo.

Kemudian, di Kecamatan Jasinga, banjir terjadi di tiga desa, yaitu Kalongsawah, Koleang, dan Sipak.

Lalu, bencana alam tanah longsor terjadi di tujuh desa, yaitu Desa Sukajaya Kecamatan Tamansari, Desa Cidudeg Kecamatan Cigudeg, Desa Purasari Kecamatan Leuwiliang, Desa Kalongliud dan Desa Pangkaljaya Kecamatan Nanggung, serta Desa Urug dan Desa Harkatjaya Kecamatan Sukajaya.

Bencana alam angin kencang terjadi di tiga desa yaitu, Kelurahan Nanggewer Kecamatan Cibinong, serta Desa Cidudeg dan Desa Wargajaya, Kecamatan Cigudeg.

Terakhir, bencana alam pergeseran tanah terjadi di Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur.

Belasan peristiwa bencana alam tersebut memang tidak menyebabkan korban jiwa, namun tercatat 110 jiwa terdampak, 77 bangunan rusak ringan, 13 bangunan rusak sedang, dan tiga bangunan rusak berat.

Banyaknya peristiwa bencana dalam sehari di Kabupaten Bogor membuat pemerintah daerah setempat menetapkan status tanggap darurat bencana.

Jajaran Pemerintah Kabupaten Bogor pun menggelar rapat koordinasi (rakor) mengenai kebencanaan pada hari pertama masuk kerja, Rabu (26/4), setelah libur Lebaran 1444 Hijriah.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bogor Iwan Setiawan menyatakan menetapkan status tanggap darurat bencana agar penanganan pascabencana bisa dilakukan lebih cepat dan maksimal karena mendapat dukungan anggaran dari APBD.


Bogor frekuensi tinggi bencana

Pada Oktober 2022, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyatakan bahwa Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memiliki frekuensi bencana hidrometeorologi basah tertinggi di Indonesia.

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyebut tahun 2021, bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor, mendominasi kawasan Jabodetabek.

Kejadian tanah longsor mendominasi Jabodetabek, terutama pada wilayah Kabupaten Bogor.

Secara historis, banjir Jabodetabek per kabupaten/kota dalam kurun 2021-2022, Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 181 kejadian, sedangkan Jakarta Timur sebanyak 75 kejadian dan Jakarta Selatan 57 kejadian.

Abdul mengatakan frekuensi kejadian banjir di Kabupaten Bogor dikatakan luar biasa, lebih dari dua kali lipat dari kabupaten/kota lainnya.

Selain itu, secara historis korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi basah di Jabodetabek tercatat paling tinggi di tahun 2020, yakni sebanyak 65 jiwa.

Mengingat ancaman bencana hidrometeorologi  itu, sudah selayaknya warga menghindari tinggal di permukiman-permukiman berisiko tinggi terdampak bencana alam tersebut.

Lebih dari itu, peralihan fungsi lahan secara serampangan harus dihindari sejak dini. Butuh komitmen bersama untuk mewujudkan tatanan lahan yang ramah lingkungan. 



EditoR: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023