"Prinsipnya Indonesia akan selalu mengantisipasi terhadap krisis di dunia."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Boediono meminta setiap lembaga keuangan berkoordinasi secara baik, sehingga dapat mengambil keputusan secara tepat bila krisis ekonomi global berdampak terhadap Indonesia.

"Ketika krisis terjadi, maka landasan koordinasi penanganan krisis menjadi sangat penting, agar tidak sampai menimbulkan kegamangan yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan," kata Wapres dalam diskusi Pasar Modal Indonesia 2013 di Jakarta, Rabu.

Undang-Undang Jaring Pengamanan Sistem Keuangan (JPSK), menurut Wapres, juga harus segera diselesaikan.

Wapres menemukakan, sebenarnya sudah ada cetak biru (blue print) yang disiapkan oleh para menteri dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) guna menghadapi potensi krisis.

"Jika melihat pengalaman di masa lalu, maka ada dua dampak yang terjadi akibat krisis," kata Wapres.

Pertama, menurut Wapres, ledakan krisis yang terjadi akibat adanya faktor global yang akan mempengaruhi Indonesia secara tidak langsung.

Contohnya, menurut Wapres Boediono, krisis ekonomi pada 2008 akibat berkurangnya persediaan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang bisa terjadi karena adanya masalah di likuiditas, dan bukan di solvabilitas.

Kedua, Wapres mengemukakan, dampak terhadap sektor riil karena adanya penurunan ekspor, dan ke masa depan dapat menimbulkan efek berantai bila didiamkan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo dalam acara yang sama mengemukakan, Indonesia saat ini masih dapat mengantisipasi krisis ekonomi yang tengah terjadi di dunia.

"Pada tahun 2013 prinsipnya Indonesia akan selalu mengantisipasi terhadap krisis di dunia, agar Indonesia tetap seimbang dan berkesinambungan," ujarnya.

Ia mengemukakan, selama satu setengah tahun belakangan ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu mengundang rapat untuk mengantisipasi krisis global yang terus bergejolak.

"Kita juga ada Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," katanya.

Ia menyatakan, pihaknya juga telah menyiapkan Crisis Managemen Protocol (CMP) yang sudah disimulasikan dibantu Bank Dunia (World Bank).

"Hasil forum stabilitas itu hanya rekomendasi, namun pengambilan keputusan diserahkan ke masing-masing lembaga. Makanya, koordinasinya harus lebih baik. Kami sudah mempersiapkannya dan akan terus kami perbaiki," ujarnya.

Agus mengatakan, pada awal Februari 2013 pemerintah juga akan menggelar simulasi sistem Toronto Centre yang digunakan untuk menjaga FKSSK Indonesia.

Langkah itu, menurut dia, akan diringi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

"Kalau perlu, pemerintah akan mengeluarkan Perpu JPSK untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis," ucapnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad, mengemukakan bahwa koordinasi menjadi penting untuk menyatukan antisipasi dan inisiatif yang ada di setiap lembaga dan instansi keuangan, dan FKSSK banyak membantu proses koordinasi antar-lembaga keuangan tersebut.

"Selain itu, dalam undang-undang penangangan krisis telah disebutkan bahwa BI bertanggung jawab ke makro prudensial dan OJK ke mikro prudensial," ujarnya.

Ia menambahkan, "Namun, tidak perlu hitam putih seperti itu. Pasalnya, jika terjadi hal mendesak dan perlu penanganan segera, maka dapat melakukan koordinasi untuk pengambilan keputusan khususnya di zona abu-abu yang tidak masuk secara khusus ke ruang lingkup BI ataupun OJK. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013