Surabaya (ANTARA News) - Kerusakan lingkungan yang sudah demikian memprihatinkan dan gagalnya sistem pengelolaan sumber-sumber kehidupan, menjadikan Indonesia berada di ambang bencana ekologi yang serius. Demikian disampaikan Anggota Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Syafruddin Ngulma Simeulue kepada ANTARA di Surabaya, Senin, menanggapi peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni. "Akumulasi krisis ekologi akibat ketidakadilan dan gagalnya sistem pengurusan sumber-sumber kehidupan, membuat hampir seluruh pranata kehidupan di Indonesia kolaps," katanya. Aktivis asal Nangroe Aceh Darussalam (NAD) ini mengatakan bencana banjir bandang dan longsor sudah berlalu, namun ancaman bencana lain, seperti kekeringan, krisis air dan listrik, gagal panen dan kebakaran hutan kemungkinan akan menyusul. "Kantong-kantong air telah dihancurkan kegiatan penebangan hutan, ekstraksi mineral dan batubara, migas, dan lainnya. Bisa dibilang, negeri ini dalam ancaman serius kelangkaan air sebagai kebutuhan dasar," tambahnya. Direktur Peduli Indonesia (Ornop anggota Walhi) ini menambahkan Indonesia juga menghadapi kondisi kehilangan kedaulatan, ketahanan pangan dan energi, akibat liberalisasi yang dikukuhkan kebijakan negara untuk memenuhi keinginan negara lain dan pemilik modal. Pada saat kondisi lingkungan makin menurun, kondisi kesehatan rakyat juga makin memburuk. Pandemi penyakit seperti flu burung, sukumunyang, busung lapar, polio, dan lainnya terus meningkat. "Sumber-sumber pangan juga telah teracuni pestisida dan bahan berbahaya beracun lainnya, seperti formalin," ujar Syafruddin. Dalam kaitan ini, mantan Direktur Eksekutif Walhi Jatim ini meminta pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh lini pemerintahan yang saat ini jelas-jelas tidak efektif, dan presiden harus berani dan segera melakukan perbaikan yang radikal. Selain itu, kebijakan pembangunan tidak boleh lagi menjadi pintu gerbang terjadinya bencana dan tragedi kemanusiaan. "Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya harus tercermin dalam kegiatan pembangunan, sehingga korban bencana dipastikan dapat diminimalisir," tambahnya. Syafruddin juga meminta pengelolaan lingkungan dan sumber-sumber kehidupan dilaksanakan dengan melibatkan rakyat, dan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran pemilik modal dan segelintir pejabat. "Perlu segera dibentuk tim khusus untuk mengevaluasi seluruh kegiatan industri, pertambangan dan pembangunan yang potensial memicu bencana ekologi," tegasnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006