Hasil pemeriksaan terhadap enam ekor anak itik dari 800 ekor yang mati mendadak, hasilnya positif terjangkit flu burung,"
Bengkulu (ANTARA News) - Sebanyak 1.000 ekor itik petelur di salah satu peternakan di Kota Bengkulu mati akibat terjangkit virus H5N1 atau flu burung.

"Hasil pemeriksaan terhadap enam ekor anak itik dari 800 ekor yang mati mendadak, hasilnya positif terjangkit flu burung," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu, Irianto Abdullah di Bengkulu, Jumat.

Ia mengatakan sebanyak 800 dari 1.000 ekor anak itik milik salah seorang peternak di Kota Bengkulu mati mendadak.

Anak itik yang didatangkan dari luar daerah untuk tujuan pembesaran menjadi itik petelur.

Kematian mendadak itu membuat petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakwan) Bengkulu mengambil sampel darah dan lendir untuk dikirim ke badan penyidikan penyakit hewan di Bandar Lampung.

Hasil tes, sampel darah dan lendir enam ekor anak itik yang dikirim ke Lampung, seluruhnya positif terjangkit flu burung.

"Setelah kematian 800 ekor itu kemudian bertambah sebanyak 189 ekor lagi yang mati mendadak," tambahnya.

Setelah mendapat hasil tes dari Lampung bahwa kematian anak itik itu akibat flu burung, petugas Disnakwan dan pemilik ternak memusnahkan 11 ekor anak itik lainnya dengan cara dibakar.

Ia mengatakan untuk mencegah kasus serupa, petugas Disnakwan kabupaten dan kota sudah diimbau memperketat pengawasan itik dari luar daerah terutama asal Pulau Jawa.

"Karena Bengkulu masih bebas flu burung untuk itik, jadi pengawasan itik yang masuk ke Bengkulu diperketat," tambahnya.

Menurutnya, terdapat tiga kabupaten yang menjadi pintu masuk unggas asal luar daerah antara lain Kabupaten Kaur yang berbatasan dengan Provinsi Lampung, Kabupaten Mukomuko berbatasan dengan Provinsi Sumatra Barat.

"Sedangkan dari daerah Provinsi Sumatra Selatan akan diawasi oleh petugas cek poin yang ada di Kabupaten Rejang Lebong," ujarnya.

Itik yang diperbolehkan masuk ke Bengkulu hanya yang dilengkapi surat pernyataan bebas flu burung dari Disnakwan daerah asal unggas tersebut.
(KR-RNI/E005

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013