Makassar (ANTARA) - DPRD Provinsi Sulawesi Selatan melalui Komisi B bidang E membidangi Perekonomian dan Ketahanan Pangan meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulsel segera bergerak melakukan penanganan dan antisipasi wabah African Swine Fever (ASF) atau flu babi Afrika agar tidak menyebar ke daerah lain.

"Kami sudah sampaikan kepada dinas terkait agar segera menindaklanjuti adanya fenomena itu untuk diantisipasi secepatnya," ujar Ketua Komisi B DPRD Sulsel Firmina Tallulembang di Makassar, Senin.

Menurut dia, dari laporan yang diterima, virus atau flu babi tersebut sudah sampai ke beberapa wilayah termasuk Toraja, walaupun angka kematian hewan babi belum signifikan, namun harus ada langkah pencegahan demi menekan penyebarannya.

"Sebenarnya virus ini sudah ada sejak tahun lalu. Kasus pertama ditemukan itu di Kabupaten Gowa. Untuk itu, harus ada percepatan penanganan agar tidak terjadi penyebaran secara masif. Walaupun belum ada kasus menginfeksi manusia, tapi itu bisa menimbulkan banyak kematian hewan," katanya menegaskan.

Pihaknya pun telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak terkait untuk mencari akar permasalahan dan penyelesaian penanganan dalam kasus ini agar dapat diantisipasi penularannya.

 
Ilustrasi - Personel Babinsa TNI dibantu petugas gabungan mengangkat bangkai babi dari aliran Sungai Bederah untuk dikubur di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi.




Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, drh Nurlina Saking menyebutkan, dari hasil investigasi penularan virus tersebut dari wabah ASF atau flu babi. Kematian hewan babi terjadi sejak akhir 2022 sampai awal 2023. Virus ini bahkan sudah menyebar di tiga daerah di Kabupaten Gowa, Luwu Timur dan Luwu Utara.

Dari hasil investigasi tim dilaksanakan sejak Januari 2023, diperkirakan sekitar 4.000 ekor hewan babi mati di Kabupaten Gowa. Selanjutnya, di Kabupaten Luwu Timur diperkirakan sebanyak 1.336 ekor hewan ternak babi diduga terinfeksi virus tersebut ditandai gejala klinis diare.

"Kasus di Luwu Timur itu di laporkan pada Maret lalu sebanyak 1.374 hewan babi yang sakit, dan 1.336 lainnya mati. Dan untuk wilayah Luwu Utara pada April dari laporan diperkirakan sebanyak 4.529 ekor hewan babi," ungkap dia menyebutkan.

Kematian hewan babi tersebut berdasarkan hasil uji klinis dan tanda-tanda sebelum mati mengalami sakit dan tidak nafsu makan, disertai demam, pendarahan di hidung dan telinga, sesak nafas, feces encer (beringus) berwarna coklat kehitaman bahkan feces bercampur darah bila kondisinya sudah parah.

Guna mengantisipasi penyebaran penyakit AFS tersebut, telah dikeluarkan surat edaran Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 524.3/1262/Disnak-Keswan tanggal 7 Februari 2023 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit

"Tim kami terus berkoordinasi bergerak bersama dinas terkait dari pemerintah daerah yang terdampak. Langkah dilakukan pengambilan sampel, pengawasan lalulintas pengiriman hewan serta penyemprotan disinfektan secara berkala di lingkungan kandang," paparnya

"Termasuk segera memisahkan hewan sakit dan bangkainya ke tempat lain. Kita juga mengimbau masyarakat segera melaporkan bila menemukan hewan sakit dengan tanda klinis tadi ataupun mati secara mendadak," katanya menekankan.

Baca juga: Sembilan kabupaten di NTT terpapar kasus demam Babi Afrika
Baca juga: Flores Timur kerahkan tenaga veteriner edukasi peternak cegah ASF
Baca juga: Epidemiolog sebut belum ada tanda flu babi Afrika menular ke manusia
Baca juga: Filipina konfirmasi wabah demam babi Afrika di Provinsi Cebu

 

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023