Secara produksi, kalau target kami sebagai perusahaan mengamankan cita-cita di tahun 2030, yakni sebesar 1 juta barel minyak/hari dan gas 12 miliar standar kaki kubik/hari,
Solo (ANTARA) -
PT Pertamina (Persero) terus berupaya mengeksplorasi sumber energi baru untuk optimalisasi produksi baik dari sisi minyak maupun gas.
 
"Secara produksi, kalau target kami sebagai perusahaan mengamankan cita-cita di tahun 2030, yakni sebesar 1 juta barel minyak/hari dan gas 12 miliar standar kaki kubik/hari," kata Senior Manager External Communication and Stakeholder Relation Pertamina Hulu Energi (PHE) Eviyanti Rofraida pada acara Sosialisasi BUMN yang diselenggarakan oleh Semarak Candrakirana Art Center di Solo, Jawa Tengah, Jumat.
 
Saat ini total produksi baik minyak maupun gas masih di kisaran 600 barel/hari. Terkait hal itu, pihaknya berupaya mempertahankan produksi dari sumber-sumber yang ada.
 
"Secara natural kan produksi akan menurun, bagaimana caranya kami mempertahankan penurunan alami tidak turun secara drastis. Ini dengan teknologi," katanya.
   
Selain itu, dikatakannya, dengan mencari sumber-sumber baru. Sejauh ini ada sejumlah temuan baru namun masih sebatas skala eksplorasi.
 
"Apakah ini bisa diproduksi, perlu penanganan lebih jauh," katanya.
 
Upaya lain, menurut dia Pertamina juga akan mengoptimalkan wilayah operasi di luar negeri.
 
"Di luar negeri kami juga punya wilayah operasi, kami punya aspirasi untuk menambah wilayah operasi di internasional. Bisa menambah penyertaan modal kami ke perusahaan yang punya oil and gass atau kami memang mencari baru," katanya.
 
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengatakan peningkatan lifting harus segera dikejar agar 1,7 juta barel /hari dengan kemampuan saat ini hanya 600 barel/hari bisa selesai di 2024.
 
"Pertamina Hulu Energi harus mengejar target karena pasarnya juga jelas," katanya.

Baca juga: Pengamat apresiasi kinerja Pertamina Hulu Energi lampaui target
 
Ia mengatakan salah satu yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan sumber yang ada saat ini. Selain itu, sumber baru jadi hal penting dengan regulasi yang memberikan prospek bagi investasi.
 
"Investor diberikan ruang agar tertarik. China juga melakukan kerja sama dengan asing untuk eksplorasi. Minyak idealnya harus kita kuasai, apa harus memiliki? Idealnya begitu. Memiliki dan menguasai," katanya.
 
Meski demikian, jika kepemilikannya pada investor asing, setidaknya penguasaan ada pada negara.
 
"Seperti halnya China, eksplorasi eksploitasi 100 persen asing tapi begitu minyak keluar dari perut bumi, negara menguasai. Keuntungan kita berikan, tetapi dampak benefit rasio terhadap pengurangan impor begitu tinggi," katanya.
 
Ia mengatakan jika Indonesia masih bergantung pada impor maka akan berbahaya pada stok energi di dalam negeri.
 
"Kalau ketergantungan impor yang demikian tinggi, itu juga bahaya dalam kondisi ekonomi global yang kacau seperti ini, seperti Ukraina dan Rusia, ketersendatan logistik sangat mungkin terjadi. (Optimalisasi produksi, Red.) sangat bermanfaat bagi pemenuhan energi di dalam negeri maupun pengurangan impor kita. Cadangan devisa kita yang lepas untuk beli minyak itu (dapat diminimalisasi, Red.)," katanya.
 
 

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023