Denpasar (ANTARA) -
PT PLN (Persero) menyatakan bauran pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Bali saat ini masih terbilang kecil yakni sebesar 1,48 persen.
 
Meskipun demikian, General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Bali I Wayan Udayana di Denpasar, Bali, Senin, menjamin keandalan dan keamanan pasokan listrik di Bali tetap aman.
 
“PLTS ini sifatnya intermitten yakni pembangkit listrik yang dalam proses pemasokan dayanya tidak tersedia secara terus menerus, dikarenakan faktor sumber daya yang tidak dapat dikontrol. Untuk itu, PLN harus memperkuat sistem dan memastikan pasokan listrik kepada pelanggan tetap andal dan tidak terganggu,” kata General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Bali I Wayan Udayana di Denpasar, Bali saat menerima kunjungan Dewan Energi Nasional.

Baca juga: Tiga pembangkit listrik EBT di Bali siap diperlihatkan saat KTT G20
 
Udayana mengatakan potensi EBT di Bali memang kecil, potensi terbesar ada pada tenaga surya. Namun, itu pun hanya lima persen. Untuk itu, demi menjaga ketahanan supply energi listrik di Bali, interkoneksi melalui Jawa Bali Connection (JBC) 500 kilo volt (kV) sangat diperlukan untuk meredam sifat intermitten PLTS.
 
Sementara itu, Perwakilan Dewan Energi Nasional Herman Darnel Ibrahim menyatakan secara umum penyediaan pasokan listrik di Bali sangat aman, dengan beban puncak 931,1 Mega Watt (MW) kapasitas pembangkit 1.404 MW.
 
Ia menjelaskan bauran energi terbarukan di Bali baru mencapai 1,48 persen dan 2025 diproyeksikan mencapai 4,6 persen. Pencapaian tersebut masih jauh di bawah target nasional yang menargetkan 23 persen pada tahun 2023.
 
Ia memaparkan hambatan pengembangan energi terbarukan di Bali dipengaruhi oleh tiga faktor yakni terbatasnya sumber energi terbarukan, permasalahan keterbatasan lahan, hal yang terkait dengan sosial, budaya dan kepercayaan.

Baca juga: PLN dukung pengembangan PLTS berkapasitas 400 kWp di Tol Bali Mandara
 
“Potensi energi terbarukan di Bali didominasi energi surya 10.000 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau bayu sebesar 1.000 MW sedangkan pembangkit hydro dan panas bumi hanya sedikit. Dengan potensi seperti itu, maka peningkatan bauran energi hanya memanfaatkan energi surya dan angin,” kata Herman Darnel.
 
Ia pun merekomendasikan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dalam rencana pembangunan pembangkit ke depannya agar dievaluasi untuk digantikan dengan refuse derived fuel (RDF) yang telah diresmikan Presiden pada pada Maret lalu.
 
Ia menjelaskan tantangan pengembangan energi di Bali memerlukan perencanaan dan kebijakan dari pemerintah pusat, sehingga diharapkan dengan adanya pengembangan energi terbarukan dapat perluasan lapangan kerja di sektor energi.
 
Selain itu, pengembangan energi EBT ini dapat memberikan dampak langsung manfaat dan profit bagi masyarakat Bali.
 
Dalam kesempatan tersebut juga Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker dan ESDM) Provinsi Bali Ida Bagus Ari juga memaparkan kebijakan energi daerah terkait pemanfaatan EBT di Bali.

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023