....membuat peraturan yang cerdas."
Banda Aceh (ANTARA News) - Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariah (JMSPS) mengajak warga perempuan Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh mengabaikan seruan larangan duduk mengangkang di atas sepeda motor yang dikeluarkan Wali Kota Suaidi Yahya.

"Kami mengajak masyarakat Kota Lhokseumawe agar tidak menghiraukan seruan itu agar menjadi pembelajaran bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam membuat peraturan yang cerdas," kata juru bicara JMSPS Affan Ramli di Banda Aceh, Jumat.

JMSPS beranggotakan Relawan Perempuan untuk Kemanusian (RPuK), Kontras Aceh, LBH APIK Aceh, Pusat Studi Hukum dan HAM (PUSHAM), Yayasan Bungong Jeumpa (YBJ), Jari Aceh, Flower Aceh, Tikar Pandan, Dokarim, Solidar Perempuan Aceh, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).

Selain itu Violet Grey, Perkumpulan Prodeelat, Komunitas Gudang Buku, Balai Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA), Koalisi NGO HAM, Kelompok Kerja Transpormasi Aceh (KKTGA) dan AWPF.

Menurutnya, seruan yang ditandangani Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya, Ketua DPR Kota Lhokseumawe Saifuddin Yunus, Ketua MPU Kota Lhokseumawe Drs. Tgk H. Asnawi Abdullah, Ketua MAA Kota Lhokseumawe Tgk. H Usman Budiman pada 2 Januari 2013 tentang larangan perempuan yang dibonceng sepeda motor duduk secara mengangkang.

Hal itu telah dihubungkan dengan upaya menegakkan syariat, nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Aceh.

JMSPS menilai seruan tersebut sebagai pembodohan publik karena tidak hukum syariat atau fiqih sepanjang perkembangan studi pengetahuan Islam yang mengkaji tentang larangan duduk mengangkang bagi perempuan dalam berkendaraan.

"Begitu juga tidak ada satupun adat Aceh baik adat istiadat maupun hukum adat yang melarang perempuan duduk mengangkang di atas kendaraan," katanya.

Ia menyebutkan tata cara duduk baik laki-laki maupun perempuan baik di tempat umum maupun diatas kendaraan sepenuhnya merupakan bagian dari sopan santun lokal yang tidak mempunyai ukuran universal.

"Sopan santun cara duduk tidak pernah diatur dalam aturan pemerintah sepanjang sejarah Aceh, itu sepenuhnya dibentuk melalui pendidikan dan kebiasaan," katanya.

Aktivis sipil itu juga mengatakan seruan bersama akan membuka ruang terjadinya kekerasan dan perlakuan yang tidak senonoh oleh kelompok ekstrim atau fanatik yang mengabaikan larangan itu.

"Kalau Pemkot Lhokseumawe ingin menghidupkan syariat Islam dan adat istiadat Aceh, seharusnya belajar pada masa lalu yang telah berhasil menerapkan syariat secara kaffah dengan menghidupkan akhlaq islami dan sopan santun melalui pendidikan dan kebudayaan," ujarnya lagi. (IRW/M019)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013