Singapura (ANTARA) - Dolar.AS melemah secara luas di awal sesi Asia pada Rabu pagi, setelah Presiden AS Joe Biden dan anggota parlemen tertinggi gagal memecahkan kebuntuan pada krisis plafon utang, meskipun pergerakan mata uang marjinal di tengah kehati-hatian menjelang data inflasi AS di kemudian hari.

Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kevin McCarthy tetap terpecah atas peningkatan batas utang 31,4 triliun dolar AS setelah pembicaraan pada Selasa (9/5/2023), dengan hanya beberapa minggu sebelum Amerika Serikat dapat dipaksa ke dalam gagal bayar (default) yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, keduanya setuju untuk pembicaraan lebih lanjut dan mengikat pembantu mereka untuk diskusi harian tentang bidang-bidang yang mungkin disepakati. Biden, McCarthy, dan tiga pemimpin kongres lainnya akan bertemu lagi pada Jumat (12/5/2023).

Greenback tergelincir di awal perdagangan Asia, dengan euro naik 0,11 persen menjadi 1,0971 dolar dan sterling naik 0,1 persen menjadi 1,2634 dolar. Kiwi diperdagangkan 0,05 persen lebih tinggi menjadi 0,6338 dolar AS.

"Akhir-akhir ini ada banyak perhatian pada masalah pagu utang," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA). "Menurut saya masalah ini tidak akan terselesaikan dalam waktu dekat. Biasanya, di masa lalu, masalah biasanya diselesaikan pada menit-menit terakhir.

"Jadi itu berarti mungkin ada lebih banyak volatilitas di pasar ... dan saya pikir dolar bisa melemah lebih jauh, seperti yang telah kita lihat di masa lalu."

Terhadap sejumlah mata uang, indeks dolar AS terakhir 0,07 persen lebih rendah di 101,55.

Investor yang juga fokus kepada data inflasi AS, dengan para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan kenaikan harga konsumen inti sebesar 5,5 persen tahun-ke-tahun untuk April.

Angka yang lebih kuat dari perkiraan dapat membuktikan sakit kepala bagi Federal Reserve, yang baru saja minggu lalu membuka pintu untuk jeda dalam siklus pengetatan agresifnya, setelah melakukan 10 kenaikan suku bunga berturut-turut sejak Maret 2022.

"Batasnya tinggi untuk respons Fed terhadap kejutan data di kedua arah," kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank.

"Setelah menyelesaikan 500 basis poin kenaikan suku bunga dan mengantisipasi beberapa pengetatan kredit dari goncangan di antara bank-bank regional, Fed tidak mungkin untuk memperketat lebih lanjut hanya karena inflasi 'kokoh', sebaliknya membutuhkan re-akselerasi inflasi."

Pasar uang memperkirakan peluang sekitar 82 persen bahwa Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan berikutnya Juni, dan memperkirakan penurunan suku bunga akan dimulai pada Juli hingga akhir tahun.

Meningkatnya ekspektasi bahwa Fed akan mulai memangkas suku bunga akhir tahun ini didorong oleh tekanan baru-baru ini di sektor perbankan yang dipicu oleh jatuhnya Silicon Valley Bank pada Maret.

Di tempat lain, yen Jepang naik 0,1 persen menjadi 135,11 per dolar.

Gubernur bank sentral Jepang (BoJ) Kazuo Ueda mengatakan pada Selasa (9/5/2023) BoJ akan mengakhiri kebijakan kontrol kurva imbal hasil dan kemudian mulai menyusutkan neracanya setelah prospek meningkatkan inflasi untuk mencapai target 2,0 persen secara berkelanjutan, meskipun komentarnya tidak banyak mengangkat yen.

"Apa yang dikatakan Ueda sama sekali tidak mengejutkan," kata Kong dari CBA. "Saya pikir pasar sudah memperkirakan bank sentral Jepang untuk membuat beberapa langkah."

Dolar Australia terakhir 0,08 persen lebih tinggi pada 0,67675 dolar AS.

Pemerintah Buruh Australia pada Selasa (9.5/2023) melaporkan surplus anggaran pertama dalam 15 tahun, karena pertumbuhan lapangan kerja yang kuat dan laba pertambangan yang besar membengkak pundi-pundinya.


Baca juga: Dolar AS naik tipis, pasar tunggu pembicaraan pagu utang, data inflasi
Baca juga: Harga emas terkerek 9,70 dolar AS menjelang rilis data inflasi AS
Baca juga: Rupiah melemah seiring perubahan ekspektasi pasar terhadap bunga Fed

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023