Surabaya (ANTARA News) - Bocornya pipa pengeboran sumur gas Banjarpanji (BJP) I di Desa Siring dan Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang dikelola PT Lapindo Brantas 29 Mei lalu, bukan disebabkan oleh pengaruh gempa Yogyakarta. "Terlalu jauh episentrum gempa di yogya sampai ke Surabaya dan bahkan Sidoarjo. Buktinya Surabaya sekitarnya saat gempa lalu nggak ada apa-apa," kata pemerhati masalah perminyakan dari UPN Veteran Yogyakarta, Ir Aris Buntoro MT, saat dihubungi ANTARA dari Surabaya, Rabu. Menurut dosen yang sedang menempuh program S-3 (Doktor) di ITB Bandung ini, kemungkinan kebocoran pada pengeboran gas tersebut, terjadi akibat retaknya semen yang merekatkan formasi tasing (pipa selubung). Jadi celah retakan ini makin membasar dan menyemburkan gas bercampur air dan lumpur. "Penyebab pastinya bisa diketahui setelah ada diagnosa lapangan, ini yang melakukan tim teknis Lapindo. Tapi kalau karena gempa, saya rasa tidak rasional, terlalu jauh lah," ujarnya sambil terbahak. Amatan secara teknis, penyebab kebocoran pada pengeboran itu karena konstruksi sumur yang kurang bagus, utamanya semen perekat formasi pipa selubung, sehingga ada intrusi gas, tuturnya. Mengenai gas dan lumpur panas yang kini sudah menggenangi areal sawah dan ladang tebu seluas 16 ha, menurut Aris, dalam pengeboran gas alam ada dua gas yang keluar, yaitu HC (hydro carbon) dan H2S (asam sulfida). "Kalau HC tidak berbahaya, tetapi H2S sangat berbahaya. Namun hasil akhir dari pemeriksaan laboratorium tidak ada H2S dari kebocoran pengeboran Lapindo tersebut," ungkapnya. Namun, dia mengingatkan bahwa walaupun tidak ada gas berbahaya dari kebocoran pengeboran di Sidoarjo tersebut, tetap ada bahayanya dari suatu eksplorasi dan eksploitasi gas. Yaitu mudah terbakarnya lumpur bercampur gas yang meluber areal sekitar kebocoran. "Jadi kawasan sekitar bencana kebocoran pengeboran gas alam tersebut harus dijauhkan dari sumber api. Jangan sampai ada percikan api sedikitpun, itu sangat berbahaya --kebakaran--," kata Aris. Tentang dampak lingkungan, utamanya areal pertanian yang tergenangi lumpur panas, menurut dia hanya berlangsung dalam jangka pendek. Artinya tanah sekitar masih bisa kembali normal sebagai areal pertanian dalam waktu tertentu. Kalau genangan akibat pengeboran gas dampaknya tidak terlalu parah, tetapi bila pengeboran minyak lahan tergenangi tidak bisa lagi kembali subur, demikian Aris Buntoro.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006